Bangunan Ruang Radiasi untuk Pesawat Sinar-X Sesuai Ketentuan Regulasi Nasional

Pendahuluan

Lazim dan sudah menjadi hal yang umum bahwa pesawat sinar-X harus digunakan di suatu ruangan yang sesuai dengan ketentuan spesifikasi pesawat sinar-X sehingga memberikan jaminan proteksi dan keselamatan radiasi bagi pekerja radiasi dan anggota masyarakat.

bagaimana mendisain banguan ruang radiasi untuk pesawat sinar-X radiologi diagnostik dan intervensional sehingga sesuai dengan koridor ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia?

Pada kesempatan ini akan diuraikan tentang:
  1. dinding ruang radiasi
  2. Regulasi nasional terkait disain ruang radiasi pesawat sinar-X
  3. Nilai Batas Dosis dan Pembatas Dosis (Dose Constraints)
  4. Kajian keselamatan radiasi terkait bangunan ruang radiasi
  5. Ukuran ruang radiasi


Dinding ruang radiasi

Dinding ruang radiasi untuk kebutuhan klinis pesawat sinar-X dapat terdiri dari dinding primer dan dinding sekunder atau pun hanya dinding primer atau sekunder saja. Dinding primer digunakan untuk penahan radiasi primer atau berkas guna yang keluar dari tabung sinar-X. Dinding sekunder digunakan untuk penahan radiasi sekunder yang berasal dari radiasi hambur pasien atau benda lain dan radiasi bocor dari tabung sinar-X.

Ruang radiasi harus didisain oleh tenaga ahli (qualified expert) untuk memberi jaminan pemenuhan tingkat proteksi yang dipersyaratkan. Tenaga ahli dan petugas proteksi radiasi harus dilibatkan selama tahap perencanaan awal termasuk dalam pemilihan lokasi fasilitas dan jenis konstruksi bangunan. Tenaga ahli harus memberikan semua informasi yang terkait dengan peralatan yang akan digunakan, jenis konstruksi bangunan, dan faktor okupansi.

Beragam pertimbangan disain ruang sinar-X diperlukan karena perbedaan jenis peralatan, variasi energi dan teknik klinis yang digunakan. Misalnya, pesawat sinar-X untuk radiografi umum yang hanya ditujukan untuk pemeriksaan dada dan tanpa meja pasien, dan pesawat sinar-X yang untuk 2 (dua) fungsi seperti fluoroskopi dan radiografi. Perencanaan matang dapat menghasilkan penghematan yang signifikan, khususnya untuk peralatan yang membutuhkan disain penahan dengan biaya tinggi, seperti CT Scan dan angiografi. Pertimbangan disain dengan memperhitungkan kebutuhan perubahan di masa yang akan datang juga dapat mencegah biaya perubahan yang mahal.

Perombakan fasilitas setelah suatu fasilitas selesai dibangun akan membutuhkan biaya yang sangat mahal, sehingga disain dan pemasangan struktur dinding ruang radiasi yang benar pada proses konstruksi menjadi kebutuhan yang sangat penting. Disain ruang radiasi juga harus mempertimbangkan kebutuhan di masa depan yang diakibatkan adanya peralatan baru, perubahan dalam penggunaan klinis, peningkatan beban kerja, dan perubahan faktor okupansi.

Disain konstruksi ruang sinar-X yang sudah jadi dalam bentuk cetak biru harus direviu, hal ini untuk memastikan bahwa disain konstruksi yang dibuat sudah sesuai dengan ketentuan peraturan dan konsisten dengan sistem ALARA (as low as reasonably achievable) untuk memberi proteksi dan keselamatan radiasi bagi pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan.

Setelah proses konstruksi selesai, penilaian kinerja seperti survei radiasi pada daerah untuk pekerja radiasi dan anggota masyarakat harus dilakukan oleh tenaga ahli atau petugas proteksi untuk mengkonfirmasi dengan asumsi perhitungan yang telah dibuat. Pengukuran radiasi dilakukan secara rutin untuk memastikan bahwa asumsi disain selalu terpenuhi selama fasilitas beroperasi.

Penilaian akhir dari kecukupan disain dan konstruksi hanya dapat dilakukan berdasarkan survei paska konstruksi. Jika survei menunjukkan adanya ketidakcukupan disain maka perlu modifikasi beban kerja, modifikasi faktor guna dan prosedur yang harus dilakukan, dan alternatif terakhir adalah penambahan dinding atau modifikasi peralatan.

Regulasi nasional terkait disain ruang radiasi pesawat sinar-X

Sesuai dengan Peraturan Kepala BAPETEN No. 8 Tahun 2011, bangunan ruang radiasi pesawat sinar-X radiologi diagnostik dan intervensional harus memenuhi persyaratan berikut:
  1. menggunakan pembatas dosis untuk pekerja radiasi dan anggota masyarakat;
  2. melakukan kajian keselamatan radiasi terkait bangunan ruang radiasi;
  3. memperhitungkan beban kerja maksimum, faktor guna/orientasi berkas, dan faktor hunian daerah sekitar fasilitas;
  4. mempertimbangkan perubahan di masa mendatang seperti perubahan tegangan tabung, beban kerja, faktor okupansi/hunian;
  5. disain ukuran ruang harus sesuai dengan :
    1. spesifikasi teknis pesawat sinar-X atau
    2. rekomendasi internasional atau
    3. memenuhi ukuran ruang sebagaimana ada di Lampiran Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011.
  6. jika ruang didisain memiliki jendela, maka jendela harus di pasang pada ketinggian minimal 2 meter dari lantai.
  7. dinding ruangan untuk semua jenis pesawat sinar-X dapat terbuat dari:
    1. bata merah ketebalan 25 cm atau
    2. beton dengan kerapatan jenis 2,2 g/cm3 dengan ketebalan 20 cm atau
    3. bahan lain yang setara dengan 2 mm timah hitam (Pb), dan
    4. pintu ruangan pesawat sinar-X harus dilapisi dengan timah hitam dengan ketebalan tertentu.
  8. disain ruang radiasi harus mempertimbangkan posisi dan keberadaan:
    1. kamar gelap atau alat pengolahan film
    2. ruang tunggu pasien
    3. ruang ganti pakaian
  9. memasang tanda radiasi, poster peringatan bahaya radiasi dan lampu merah.


Nilai Batas Dosis dan Pembatas Dosis (Dose Constraints)

Pada bagian nomor 1 di atas, bagaimana menggunakan pembatas dosis dalam mendisain ruang radiasi.
Pendekatan proteksi dan keselamatan radiasi dalam disain ruang untuk pesawat sinar-X di terapkan melalui penetapan besarnya disain dosis yang diinginkan (P, goal design dose) atau maksimum dosis yang diizinkan (MPD, maximum permissible dose). Tujuan penetapan nilai P adalah untuk menjaga dosis yang diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat seminimum mungkin sesuai dengan konsep ALARA sehingga Nilai Batas Dosis (NBD) tidak terlampaui.

Pada Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011, nilai P ditentukan berdasarkan nilai pembatas dosis pada tahap disain untuk pekerja radiasi dan anggota masyarakat. Disain dosis yang diinginkan (P) dinyatakan dalam dosis ekivalen (mSv) yang posisinya 30 cm pada titik terdekat di luar dinding penahan.

Nilai pembatas dosis pada tahap disain ruang radiasi untuk pekerja radiasi adalah setengah dari Nilai Batas Dosis (NBD) pekerja radiasi yaitu 10 mSv/tahun atau 0,2 mSv/minggu, sehingga dapat di tulis sebagai P untuk pekerja radiasi adalah 0,2 mSv/minggu.

Sedangkan nilai pembatas dosis pada tahap disain ruang radiasi untuk anggota masyarakat adalah setengah dari NBD anggota masyarakat yaitu 0,5 mSv/tahun atau 0,01 mSv/minggu, sehingga dapat di tulis sebagai P untuk anggota masyarakat adalah 0,2 mSv/minggu.

Perhitungan desain ruang radiasi pada umumnya menggunakan pendekatan konservatif sehingga memberikan jaminan bahwa dosis radiasi yang diterima oleh pekerja ataupun anggota masyarakat lebih kecil dari disain dosis yang diinginkan (P).

Kajian keselamatan radiasi terkait bangunan ruang radiasi

Pada bagian no. 2 di atas, regulasi kita menghendaki adanya kajian keselamatan yang komprehensif. Salah satu hal yang perlu dikaji adalah saat akan mendisain ruang radiasi. Kajian ini menyangkut potensi risiko paparan radiasi yang akan diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat.

Kajian keselamatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi langkah-langkah proteksi yang diperlukan untuk membatasi paparan radiasi yang terjadi dari penggunaan rutin dan dari insiden yang berpotensi terjadi akibat penggunaan sumber radiasi pengion (pesawat sinar-X radiologi diagnostik dan intervensional).

Proses kajian keselamatan dapat dilakukan dengan beberapa langkah berikut:
  1. mengidentifikasi seluruh potensi risiko, baik karena penggunaan rutin, program perawatan, dan potensi insiden karena penggunaan sumber radiasi pengion.
  2. mengidentifikasi personil yang terkait dengan penggunaan sumber radiasi pengion (staf dan masyarakat umum).
  3. mengevaluasi langkah protektif yang diambil di tempat dan mengidentifikasi lokasi-lokasi yang dapat dilakukan perbaikan.
  4. mendokumentasikan temuan-temuan pada langkah 1 sampai 3.
  5. mereviu kembali hasil kajian risiko dan memperbaikinya jika diperlukan.

Contoh kajian keselamatan radiasi untuk disain ruang radiasi

Parameter yang diperlukan untuk membuat laporan kajian keselamatan adalah
  1. Risiko
  2. Orang yang terkena risiko
  3. Metode untuk mereduksi risiko
  4. Tingkat risiko

misal, dalam mendisain ruang radiasi ada potensi risiko bahwa dosis yang diinginkan tidak tercapai karena dindingnya tidak memadai.
Berikut ini hasil kajian keselamatannya:
1. Risiko
Disain dosis yang diinginkan tidak tercapai karena penahan radiasi tidak memadai. Selain menimbulkan potensi bahaya radiasi, hal ini juga mengakibatkan:
  • tambahan biaya untuk perbaikan.
  • Kehilangan reputasi profesional & institusional.
  • Kehilangan semangat staf karena khawatir dengan risiko radiasi.
  • Gangguan terhadap pelayanan klinis selama proses perbaikan.

2. Orang yang terkena risiko
  • pasien yang dirawat di daerah sekitarnya.
  • anggota masyarakat mengunjungi daerah sekitarnya publik.
  • staf medis dan non medis yang bekerja disekitar ruang radiasi.
3. Metode untuk mereduksi risiko
  • mengatur tim proyek perencana dan konstruksi agar interdisipliner untuk mengelola proteksi radiasi.
  • menggunakan sumber daya yang berkualitas, profesional , dan terakreditasi untuk meminta masukan pada semua tahapan disain.
  • menyimpan catatan beban kerja yang akurat untuk setiap instalasi / ruangan.
  • untuk disain baru atau perubahan disain, maka tim perencana harus membuat estimasi dosis pada titik pengamatan dan kebutuhan bahan penahan radiasi.
  • saran atau masukan terkait proteksi dan persyaratan yang dibutuhkan dari tim perencana konstruksi harus ditandatangani oleh tim.
  • memilih disain yang sederhana yaitu dengan menggunakan bahan yang setara dengan 2 mm Pb untuk semua dindingnya.
  • mereviu standar yang digunakan untuk instalasi sejenis.
  • menggunakan arsitek, dan pekerja konstruksi yang terakreditasi.
  • menerapkan manajemen mutu konstruksi.
  • menandai titik pengamatan untuk pengukuran paparan radiasi setelah disain selesai.
  • menyimpan seluruh rekaman perencanaan dan konstruksi.

4. Tingkat risiko
  • termasuk tingkat risiko rendah

Selanjutnya, dapat dibuat kajian keselamatan apabila keberadaan dinding penahan radiasi berlebih, artinya melebihi dari yang dibutuhkan. Misal, pada ICU dipasang 2 mm Pb padahal tidak diperlukan Pb, ruang CT Scan di pasang 4 mm Pb tetapi yang dibutuhkan hanya 3 mm Pb.
silakan dapat di ases sendiri bagaimana risikonya, orang yang terkena risiko, metode untuk mereduksi risiko, dan tingkat risikonya.

Ukuran ruang radiasi

Pada Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011, menyatakan bahwa disain ukuran ruang harus sesuai dengan :
  1. spesifikasi teknis pesawat sinar-X atau
  2. rekomendasi internasional atau
  3. memenuhi ukuran ruang sebagaimana ada di Lampiran Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011.

Dari uraian Pasal Perka tersebut memberitahukan kepada kita bahwa, dalam mendisain ruang radiasi harus sesuai dengan spesifikasi teknisnya.
Apabila tidak dapat dilakukan disain sesuai spesifikasi teknisnya, maka dapat dilakukan disain sesuai standar internasional yang di acu.
Apabila tidak dapat dilakukan keduanya maka baru dapat merujuk pada daftar Tabel di Lampiran Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011.

Jadi, apabila ada disain ruang radiasi yang ukuran ruangnya tidak sesuai dengan daftar ukuran ruang di Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011, bukan berarti terjadi pelanggaran peraturan, harus dilihat apakah disain itu sudah sesuai secara spesifikasi teknis dan rekomendasi internasional.

Pustaka
  1. Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional.
  2. NCRP Report No. 151 Tahun 2005
  3. The Design of Diagnostic Medical Facilities where Ionising Radiation is used, 2009.
LihatTutupKomentar