PANDUAN JUSTIFIKASI PENGGUNAAN MODALITAS SUMBER RADIASI PENGION UNTUK MEDIK

PENDAHULUAN

Paparan radiasi pengion untuk kebutuhan diagnostik harus memenuhi prinsip-prinsip justifikasi, optimisasi, dan limitasi. Bagi pekerja radiasi dan anggota masyarakat berlaku ketiga prinsip tersebut sedangkan bagi pasien dan sukarelawan berlaku prinsip juustifikasi dan optimisasi.

Dasar justifikasi adalah mempertimbangkan manfaat penggunaan radiasi pengion lebih besar dari pada risiko yang diakibatkannya. Tinjauan justifikasi bukan hanya yang terkait dengan proteksi dan keselamatan radiasi, tetapi juga harus mempertimbangkan kemungkinan penggunaan modalitas atau pun prosedur non radiasi, ketersediaan sumber daya, dan pertimbangan lain seperti aspek sosial dan ekonomi.

PENGERTIAN JUSTIFIKASI

Berdasarkan penjelasan pasal 22 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2007, yang dimaksud dengan justifikasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir adalah bahwa kegiatan tersebut memberikan manfaat yang lebih besar baik kepada individu yang terkena paparan maupun masyarakat dibandingkan dengan bahaya radiasi yang ditimbulkannya dan memperhitungkan keuntungan serta resiko teknik alternatif non radiasi, seperti USG, MRI dan endoskopi. Dalam proses justifikasi dipertimbangkan kemungkinan dan besarnya paparan. Justifikasi pemanfaatan tenaga nuklir tidak hanya mempertimbangkan aspek proteksi dan keselamatan radiasi, tetapi juga pertimbangan aspek ekonomi dan sosial.

Pemberian justifikasi penggunaan modalitas sumber radiasi pengion dilakukan oleh BAPETEN dengan mempertimbangkan masukan yang diberikan oleh calon pemegang izin dan pihak lain yang terkait.

Dalam memutuskan pemberian justifikasi tersebut, BAPETEN tidak hanya membutuhkan masukan yang terkait dengan proteksi dan keselamatan radiasi, tetapi juga membutuhkan masukan terkait aspek lain seperti sosial dan ekonomi.

Justifikasi selanjutnya adalah justifikasi yang terkait dengan prosedur yang diberikan oleh praktisi medik dalam hal ini dokter spesialis radiologi atau pun dokter yang berkompeten dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien, dan aspek lain seperti sosial dan ekonomi.

TINGKATAN JUSTIFIKASI

Sebagaimana disebutkan pada bagian Pengertian Justifikasi, maka penerapan justifikasi untuk penyinaran medik memerlukan langkah pendekatan yang berbeda-beda dan kadang harus detil untuk memutuskan justifikasi.

Langkah-langkah dalam penerapan justifikasi dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:
  1. Justifikasi tingkat 1 (SATU).
    Justifikasi pada tingkat pertama diberikan jika menunjukkan bahwa:
    1. informasi diagnostik yang optimal hanya dapat diperoleh dengan penggunaan modalitas radiasi pengion dan bukan dengan modalitas lain (non pengion).
    2. Ada bukti klinis bahwa pasien akan memperoleh manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan risiko paparan radiasi yang diterima.
    3. Ada upaya proteksi untuk menjamin keselamatan radiasi sehingga paparan radiasi pada pasien, pekerja, dan masyarakat umum menjadi seminimal mungkin yang dapat dicapai.

    Apabila persyaratan justifikasi tingkat pertama ini dipenuhi dan persyaratan izin juga dipenuhi, maka sebagai tandanya adalah pemberian izin pemanfaatan tenaga nuklir dari BAPETEN. Ini menunjukkan bahwa penggunaan modalitas sumber radiasi pengion tidak dibenarkan jika tidak memiliki izin pemanfaatan tenaga nuklir dari BAPETEN.

    Justifikasi tingkat selanjutnya yaitu 2 dan 3 merupakan ranah kedokteran dalam hal ini praktisi medik, dan komite etik, serta pihak lain. Yang dimaksud dengan pihak lain ini dapat berupa asosiasi profesi, badan litbang dan BAPETEN. Kehadiran BAPETEN di justifikasi tingkat 2 dan 3 dapat di abaikan, namun jika dibutuhkan maka dapat berperan sebagai pengawal keselamatan radiasi.

  2. Justifikasi tingkat 2 (DUA).
    Justifikasi tingkat kedua berlaku jika justifikasi tingkat pertama sudah diperoleh. Justifikasi tingkat kedua ini ditandai dengan bukti bahwa ada rujukan dari dokter perujuk.

    Rujukan ini mengindikasikan bahwa pasien sudah diobservasi oleh dokter dan membutuhkan informasi diagnostik untuk kebutuhan tindakan medis lanjutan. Dokter spesialis radiologi di unit radiologi dapat memberikan persetujuan rujukan mengenai pemeriksaan yang akan dijalani oleh pasien dengan rontgen, fluoroskopi, CT Scan atau lainnya. Pemilihan modalitas radiasi pengion yang direkomendasikan dapat juga mempertimbangkan adanya teknologi baru dan perkembangan teknik pemeriksaan. Selain itu, untuk program skrining kesehatan juga membutuhkan rujukan. Program skrining kesehatan yang dimaksud adalah pemeriksaan radiologi untuk kebutuhan pekerjaan, legal, atau asuransi.

    Sebenarnya untuk kasus-kasus umum, pemeriksaan radiologi cukup pada justifikasi tingkat dua. Namun apabila ada kasus-kasus tertentu yang membutuhkan pertimbangan teknik prosedur pemeriksaan sehingga optimal sesuai kondisi klinis pasien, dan proteksi radiasi pada pasien maka dibutuhkan justifikasi tingkat tiga.


  3. Justifikasi tingkat 3 (TIGA).
    Justifikasi tingkat tiga ini berlaku jika ada kasus tertentu secara individu pada pasien. Rujukan dari dokter perujuk harus di evaluasi oleh tim radiologi. Tim radiologi yang dimaksud paling tidak terdiri dari seorang dokter spesialis radiologi, radiografer, fisikawan medis, dan dokter spesialis lain yang sesuai dengan klinis pasien. Hasil evaluasi dapat menyetujui tindakan yang disarankan oleh dokter perujuk, menolak dengan pertimbangan tertentu, atau juga merekomendasikan prosedur lain yang lebih tepat.

    Evaluasi rujukan dapat memberikan pilihan prosedur atau tindakan dengan modalitas radiasi pengion yang lebih tepat dengan mempertimbangkan hasil diagnostik yang akan dicapai sesuai kondisi klinis pasien (alergi, usia, asma, hamil, jantung, dan lainnya), risiko komplikasi yang akan diperoleh, dan paparan radiasi yang seminimal mungkin.

    Pada prosesnya, pada justifikasi tingkat tiga dilakukan melalui konsultasi dan komunikasi antara dokter perujuk, tim radiologi, dan pasien atau keluarga pasien. Justifikasi tingkat tiga dapat ditandai dengan adanya surat persetujuan tertulis prosedur tindakan radiologi antara pihak rumah sakit dan pasien sebelum melakukan tindakan. Surat persetujuan dapat berupa inform consent.


KASUS KHUSUS JUSTIFIKASI

Pada bagian ini akan diurai beberapa kasus khusus justifikasi yang membutuhkan proses justifikasi sampai tingkat tiga, diantaranya yaitu penyinaran pada ibu hamil, bayi, dan anak. Selain itu juga perlu perhatian khusus mengenai kasus pengulangan penyinaran.

  1. Penyinaran pasien hamil atau diduga hamil dan bayi
    Penyinaran pada pasien hamil atau berpotensi hamil menjadi perhatian khusus, karena ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa embrio atau janin lebih radiosensitif daripada orang dewasa (lihat tulisan terkait yaitu “Skrining Kehamilan untuk Wanita Usia Subur dan Hamil sebelum Pemeriksaan dengan Sinar-X” dan “Perkiraan Dosis Radiasi Yang Diterima Oleh Janin/Embrio dengan aplikasi CODE”).

    Bayi yang baru lahir juga berpotensi menjalani tindakan pemeriksaan radiologi dengan radiasi pengion. Tindakan ini membutuhkan justifikasi tingkat ketiga. Pemeriksaan hanya boleh dilakukan atas permintaan dokter perujuk yang disesuaikan dengan hasil evaluasi tim radiologi. Pertimbangan lain untuk bayi adalah risiko komplikasi (akibat radiasi maupun penyakit yang diderita) karena diperkirakan pemeriksaan-pemeriksaan dengan radiasi tersebut dapat berlanjut sampai tumbuh dewasa.

    Perhatian khusus ditujukan untuk pemeriksaan bayi menggunakan modalitas CT Scan. Sebagaimana diketahui, pemeriksaan menggunakan CT Scan memberikan kontribusi radiasi yang sangat besar ke pasien. Pemeriksaan dengan CT Scan pada bayi dapat memberikan potensi munculnya efek stokastik lebih besar dari pasien dewasa. Pemeriksaan dengan CT Scan yang berulang (misalnya studi kontras multifase) memiliki potensi untuk memberikan dosis serap ke jaringan mendekati atau bahkan melebihi ambang batas efek deterministik.


  2. Penyinaran pada anak
    Pemeriksaan radiologi anak di bawah usia 18 tahun juga membutuhkan tingkat justifikasi yang lebih tinggi, karena anak memiliki harapan hidup yang lebih panjang daripada orang dewasa. Kebutuhan justifikasi ini terkait dengan potensi munculnya risiko radiasi yaitu kanker. Faktor resiko timbulnya kanker pada anak-anak antara 2 sampai 3 kali lebih besar dari orang dewasa karena jaringan tubuh pada anak-anak lebih sensitif terhadap radiasi dari orang dewasa. Secara umum radiasi yang dibutuhkan untuk diagnostik anak lebih rendah dari orang dewasa. Namun, pada kondisi penyinaran atau pemeriksaan yang sama antara anak-anak dan dewasa maka dapat menghasilkan resiko penurunan kualitas jaringan pada anak-anak lebih tinggi dari orang dewasa.


  3. Penyinaran untuk mediko legal dan penelitian
    Pemeriksaan untuk keperluan asuransi atau pun mediko legal sebagaimana yang tercantum pada Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011 Pasal 27 bahwa justifikasi harus dilakukan dengan hati-hati karena pemeriksaaan ini pada umumnya tidak memberikan manfaat langsung bagi kesehatan orang yang menerima paparan radiasi.

    Pemeriksaan mediko legal tanpa indikasi klinis tidak diperbolehkan, kecuali diperlukan untuk:
    1. memberi informasi penting mengenai kesehatan seseorang yang diperiksa; atau
    2. proses pembuktian atas terjadinya suatu pelanggaran hukum.

    Penyinaran pada manusia sebagai bagian dari program penelitian kedokteran, apabila tidak terdapat manfaat langsung bagi kesehatan, maka justifikasi hendaknya memperhitungkan tujuan paparan, besarnya paparan, umur, dan potensi kehamilan bagi sukarelawan wanita serta besarnya dosis radiasi yang diterima. Faktor tersebut hendaknya dipertimbangkan oleh tim radiologi dalam mengevaluasi sebelum memutuskan memberi justifikasi.

    Justifikasi dimaksudkan bahwa manfaat yang diperoleh lebih besar dari risiko radiasi yang diterima dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi, etika, dan hak asasi manusia. Pembenaran/justifikasi terkait hal tersebut diatas sangat diperlukan karena terkait dengan paparan radiasi pada publik atau masyarakat. Artinya masyarakat atau publik harus dijamin proteksi dan keselamatan radiasinya.


  4. Penyinaran ulang

    Kasus selanjutnya adalah pengulangan penyinaran. Penentuan perlunya pemeriksaan ulang harus dilakukan oleh dokter spesialis radiologi atau tim radiologi dengan mempertimbangkan bahwa pengulangan tersebut menghasilkan informasi tambahan yang signifikan.

    Salah satu solusi untuk menghindari pengulangan penyinaran adalah dengan menggunakan pencitraan radiasi dengan sistem komputerisasi. Namun sistem komputerisasi dapat memunculkan risiko lain yaitu dosis radiasi yang diterima oleh pasien berpotensi lebih besar dari pada pemeriksaan dengan sistem konvensional manual. Prosedur pemeriksaan dengan penggunaan faktor eksposi atau teknik penyinaran yang tepat dapat mereduksi dosis radiasi yang diterima oleh pasien. Salah satu prosedur yang digunakan adalah teknik kV tinggi, penggunaan kendali penyinaran otomatis (Automatic Exposure Control, AEC), dan luas lapangan radiasi yang tepat.

    Dokter yang merujuk dan/atau tim radiologi tidak diperbolehkan melanjutkan penyinaran kecuali dapat menunjukkan bukti adanya manfaat yang signifikan dengan adanya pengulangan pemeriksaan.


PENERAPAN DAN LANGKAH JUSTIFIKASI

Penerapan justifikasi ini harus bertahap atau bertingkat dengan mempertimbangkan :

  1. Manfaat dan kerugian dari pelaksanaan jenis prosedur pencitraan manusia;
  2. Manfaat dan kerugian dari tidak menerapkan jenis prosedur pencitraan manusia;
  3. Setiap masalah hukum atau etika yang berkaitan dengan introduksi jenis prosedur pencitraan manusia;
  4. Efektivitas dan kesesuaian jenis prosedur pencitraan manusia, termasuk kelayakan dari peralatan radiasi untuk digunakan;
  5. Ketersediaan sumber daya yang cukup untuk melakukan prosedur pencitraan manusia dengan aman selama periode pemanfaatan.

Jika telah ditentukan melalui proses justifikasi yaitu suatu pemanfaatan tertentu penyinaran / pencitraan manusia menggunakan radiasi dijustifikasi, maka, pemanfaatan tersebut masuk dalam subyek pengawasan, sehingga berlaku seluruh persyaratan pemanfaatan yang ada di peraturan perundangan.

Badan pengawas, bekerja sama dengan instansi terkait lainnya, yaitu lembaga dan badan-badan profesional yang sesuai, harus menetapkan persyaratan pengawasan terhadap pemanfaatan dan untuk mereviu justifikasi yang telah diputuskan.

Pemohon atau pemegang izin harus memastikan bahwa semua orang yang akan menjalani pemeriksaan dengan modalitas radiasi harus diinformasikan kemungkinan penggunaan modalitas lain yang non radiasi jika tersedia.

Langkah-langkah pemberian atau penolakan justifikasi dapat mengikuti alur sebagai berikut:
  1. Calon pemegang izin atau pengusaha instalasi harus membuat dokumen justifikasi yang berisi informasi mengenai:
    • Nama, kontak person, dan data instalasi
    • Deskripsi kegiatan atau pemanfaatan yang akan dilaksanakan
    • Karakterisasi sumber radiasi yang digunakan dan langkah-langkah yang diambil untuk menjamin keselamatan radiasi dan mereduksi risiko radiasi.
    • Deskripsi dan penilaian manfaat/benefit dan kerugian/risiko termasuk risiko radiasi dari jenis kegiatan atau pemanfaatan yang akan dilakukan. Penilaian manfaat dan risiko juga harus termasuk dengan pertimbangan aspek ekonomi, sosial, kesehatan dan keselamatan, sumber daya, pengelolaan limbah (jika ada), daur ulang, dampak radiologik lingkungan, dan dekomisioning.
    • Indikasi yang dharapkan dari kegiatan atau pemanfaatan yang akan dilakukan (secara khusus dan umum)

  2. Dalam menyusun dokumen justifikasi, calon pemegang izin atau pengusaha instalasi dapat menggunakan jasa konsultan ahli.
  3. Dokumen justifikasi yang sudah dibuat dan ditandatangai oleh calon pemegang izin atau pengusaha instalasi selanjutnya disampaikan ke BAPETEN beserta data kelengkapan persyaratan izin penggunaan sumber radiasi pengion.
  4. BAPETEN akan melakukan reviu seluruh dokumen yang diberikan oleh calon pemegang izin. BAPETEN dapat meminta keterangan tambahan ke calon pemegang izin atau pun minta rekomendasi ke unit pendukung teknis seperti unit pengkajian.
  5. Unit pendukung teknis atau unit pengkajian mempunyai tugas:
    • mengkaji dan menguji benefit yang diklaim diperoleh dari kegiatan atau pemanfaatan yang diajukan, jika perlu dapat berkomunikasi dengan pihak yang berkepentingan.
    • mengkaji dan menguji kerugian yang disebutkan termasuk kerugian radiasi, jika perlu dapat mencari informasi lebih lanjut ke pihak yang berkepentingan.
    • mengevaluasi manfaat dan kerugian dengan bukti yang relevan.
    • memberikan laporan ke BAPETEN dengan rekomendasi diberikan atau ditolaknya justifikasi, dan alternatif pilihan jika ada.

  6. Laporan hasil kajian yang berisi rekomendasi diberikan ke BAPETEN untuk dilakukan reviu.
  7. Reviu hasil kajian
  8. Keputusan justifikasi (ditolak, diterima, diperbaiki)




KESIMPULAN
Justifikasi diperlukan untuk menentukan suatu kegiatan atau pun pemanfaatan yang menggunakan sumber radiasi pengion diperbolehkan. Selain itu, diperlukan justifikasi pula, suatu kegiatan atau pemanfaatan yang sudah berjalan dan akan diperpanjang izinnya atau tidak.

Prinsip justifikasi ini dapat dipakai untuk seluruh kegiatan atau pemanfaatan tenaga nuklir, paling tidak dimulai dari yang emmbutuhkan adanya izin pemanfaatan dari BAPETEN. Meskipun yang masuk regim pengecualian juga butuh justifikasi.

Dengan menggunakan tool justifikasi tersebut, kita dapat mengambil keputusan penting yang dapat menumbuhkembangkan prinsip A3 (Awareness, Appropriateness and Audit) dalam pemanfaatan tenaga nuklir.

Semoga bermanfaat.

PUSTAKA
  1. Australian Radiation Protection and Nuclear Safety Agency (ARPANSA), “Radiation Protection in Diagnostic and Interventional Radiology”, Safety Guide Radiation Protection Series Publication No. 14.1, 2008
  2. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif
  3. Peraturan Kepala BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional.
  4. ______, Bonn Call-for-Action, Joint Position Statement by the IAEA and WHO, Result of the “International Conference on Radiation Protection in Medicine: Setting the Scene for the Next Decade” in Bonn, Germany, in December 2012, https://rpop.iaea.org/RPOP/RPoP/Content/News/bonn-call-for-action-joint-position-statement.htm, diakses Tanggal 26 Agustus 2013
  5. International Atomic Energy Agency (IAEA), “Justification of Practices, Including Non-Medical Human Imaging”, General Safety Guide (GSG), IAEA Safety Standards Series No. GSG-5, 2014
  6. http://www.safecab.ie/safecabinsurance.php (utk logo)


LihatTutupKomentar