Kalkulasi dosis untuk pasien dan staf pada pemeriksaan kedokteran nuklir

Jumlah pemeriksaan pasien dengan kedokteran nuklir saat ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Sesuai dengan Perka BAPETEN No. 17 Tahun 2012 tentang Keselamatan Radiasi dalam Kedokteran nuklir, mendefinisikan kedokteran nuklir sebagai kegiatan pelayanan kedokteran spesialistik yang menggunakan sumber radioaktif terbuka dari disintegrasi inti berupa radionuklida dan/atau Radiofarmaka untuk tujuan diagnostik, terapi, dan penelitian medik klinik, yang didasarkan pada proses fisiologik, patofisiologik, dan metabolisme.

Pada perka tersebut juga mendefinisikan keselamatan radiasi sebagai tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien, pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi.

Pada kesempatan kali ini, akan dibahas mengenai kalkulasi dosis radiasi pada pemeriksaan kedokteran nuklir untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan untuk mendeskripsikan proteksi radiasi yang diperlukan.

Sebagaimana definisi kedokteran nuklir, yang didalamnya ada penggunaan sumber radioaktif terbuka. Beberapa sumber radioaktif terbuka yang biasa digunakan pada kedokteran nuklir adalah Tc-99m, F-18, O-15, N-13, C-11, Cu-64, Ga-68, Rb-82, dan I-124.

Parameter untuk kalkulasi dosis

1. Aktivitas radionuklida yang diberikan ke pasien.
Jumlah aktivitas sumber radioaktif yang diberikan ke pasien tergantung massa pasien, lamanya waktu uptake, dan mode akuisisi yang digunakan. Untuk pasien dewasa biasanya menerima 370 – 740 MBq F-18 FDG, dan pasien pediatrik menerima sekitar 4 – 5 MBq/kg.
Pada kalkulasi dosis, diasumsikan pasien diberi F-18 atau Tc-99m sebesar 555 MBq (15 mCi) dengan waktu uptake 60 menit. Pemilihan asumsi dengan F-18 atau Tc-99m dapat dikarenakan kedua radionuklida tersebut banyak digunakan.

2. Nilai Batas Dosis (NBD)
Selain informasi besaran radionuklida yang diberikan ke pasien, diperlukan juga besaran nilai batasan dosis efektif yang tidak boleh dilampaui untuk pekerja radiasi yang sering disebut dengan NBD (Nilai Batas Dosis) yaitu: dosis efektif sebesar 20 mSv/tahun (0,4 mSv/minggu). Sedangkan, Nilai Batas Dosis untuk anggota masyarakat tidak boleh melampaui dosis efektif sebesar 1 mSv/tahun (0,02 mSv/minggu).

Penggunaan NBD tersebut harus sesuai dengan kasus per kasus yang dihadapi. Misal, jika alat pencitraan digunakan di ruang ICU (Intensive Care Unit) atau di unit gawat darurat yang tidak ada ruang khusus untuk alat pencitraannya, maka staf dan pasien yang terlibat tidak dapat diperlakukan sebagai pekerja radiasi, sehingga NBD yang harus diberikan untuk mereka adalah NBD anggota masyarakat.

Jika kalkulasi ini akan digunakan untuk perhitungan shielding atau penahan/dinding ruang radiasi maka digunakan terminologi daerah pengendalian dan daerah supervisi. Persyaratan pembatas dosis (dose constraints) untuk kedua daerah tersebut dapat mengacu ke Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011, meskipun ada juga pedoman pembagian daerah pengendalian dan supervisi menurut NCRP.

3. Konstanta Laju Dosis
Konstanta laju dosis dari radionuklida yang digunakan untuk prosedur kedokteran nuklir dapat dilihat pada table berikut:


Untuk radionuklida lain dapat dilihat di link ini.

Pendekatan sumber radioaktif yang ada di dalam tubuh pasien dianggap sebagai sumber titik dapat diberlakukan jika kita akan mendisain perisai ruang radiasi, namun pendekatan tersebut tidak berlaku jika peralatan pencitraan ada di ruang ICU atau IGD. Hal ini dikarenakan jika di ruang ICU atau IGD, jarak antara pasien dengan personil atau staf sangat dekat sekitar kurang dari 1 meter. Peralatan pencitraan kedokteran nuklir yang berada di ICU atau IGD dapat berupa peralatan yang mobile.

Jika pendekatannya sebagai sumber titik, maka juga diperhitungkan faktor serapan radiasi (atenuasi) oleh tubuh pasien. Namun jika tidak maka faktor atenuasi tersebut dapat diabaikan, untuk pendekatan konservatif.

4. Peluruhan radioaktif (Rt)
Pada kedokteran nuklir, radionuklida yang digunakan merupakan radionuklida yang berumur pendek, sehingga perlu dikoreksi dengan adanya faktor reduksi (Rt) karena total dosis radiasi yang diterima selama waktu t adalah D(t), nilai tersebut kurang dari perkalian antara laju dosis awal, D(0) dengan waktu t.
Dengan menggunakan persamaan di atas, diperoleh nilai Rt untuk waktu 30 menit, 60 menit dan 90 menit untuk nuklida Tc-99m dan F-18.



5. Faktor Koreksi selama periode akuisisi (F)
Pada modul TG-108, setelah periode uptake, pasien harus diminta untuk buang air kecil untuk mengurangi atau menghindari penumpukan nuklida di kandung kemih, biasanya sekitar 15 – 20% aktivitas nuklida yang diberikan berkurang karena ekskresi dalam 2 jam pertama. Waktu akuisisi biasanya sekitar 1 jam dan dapat diperpanjang tergantung waktu paro dari nuklida yang digunakan.

Pengurangan 15 – 20% tersebut tidak dapat diberlakukan jika pasien dan tindakan berada di ICU atau IGD.
Selain itu juga dipertimbangkan adanya peluruhan selama periode uptake. Faktor koreksi karena peluruhan selama uptake disimbolkan sebagai F dengan persamaan:

Asumsi waktu uptake adalah 1 jam, maka nilai F untuk nuklida F-18 dan Tc-99m dapat dilahat pada Tabel berikut:

Kalkulasi dosis

Semua parameter yang mempengaruhi kalkulasi dosis dimasukkan dalam persamaan berikut:

Sehingga kita dapat menghitung berapa dosis yang diterima oleh pasien dan staf/personil yang berada didekat pasien selama uptake, akuisisi, dan peluruhan (decay) sehingga pasien dapat di dikeluarkan dari ruang isolasi.

Nilai Rt ini tergantung pada periode mana kita melakukan kalkulasi. Jika kita mau mengkalkulasi dosis pada periode uptake maka R dikalkulasi dengan waktu uptake tanpa ada koreksi dari Fu.

Jika kalkulasi dilakukan pada periode akuisisi, maka Rt dikalkulasi dengan waktu akuisisi dengan mempertimbangkan koreksi Fu dan pengurangan 15 – 20%. Pengurangan sampai sebanyak 20% tersebut tidak dapat digunakan jika pencitraan dilakukan untuk pasien ICU dengan alat pencitraan mobile.

Kalkulasi dosis untuk membuat ruang radiasi, direkomendasikan menggunakan nilai konstanta laju dosis yang sudah mempertimbangkan atenuasi pasien yaitu sebesar 0.092 mikroSv m2 / MBq h (34 mikroSv m2 / h / 37 MBq).

Contoh:
Dengan asumsi:
• Aktivitas awal = 555 MBq
• waktu uptake 1 jam
• waktu akuisisi 1 jam
• tidak ada pengurangan 15%

Maka diperoleh nilai dosis dengan variasi jarak (d) dari pasien sebagaimana grafik berikut:

Kalkulasi dengan menggunakan persamaan D tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan dosis yang diterima oleh staf ataupun pasien, dan juga untuk kalkulasi ruang radiasi.

Kalkulasi untuk ruang radiasi, dapat dilakukan untuk ruang uptake dan ruang akuisisi dengan memasukkan beberapa parameter seperti: beban kerja (pasien per minggu), faktor guna dinding radiasi, faktor hunian/okupansi, dan nilai dosis yang diperkenankan untuk daerah pengendalian dan daerah supervisi. Caranya, dengan menggabungkan persamaan D di atas dengan persamaan berikut, maka dapat diperoleh nilai tebal dinsing yang diinginkan.

Selainitu, penggunaan persamaan D juga dapat memperkirakan kapan pasien dapat di released. Pertimbangan pasien keluar dari rumah sakit atau keluar dari ruang isolasi untuk pemeriksaan dengan F-18 dan Tc-99m, dapat dikalkulasi sebagaimana contoh berikut.
Asumsi: aktivitas awal 555 MBq, Nuklida: F-18 dan Tc-99m, Faktor reduksi dalam 1 jam
Hasil kalkulasi:
misalnya ditentukan batas laju dosis pasien boleh released adalah 10 mikroSv/jam, maka dari grafik di atas untuk pasien dengan pemeriksaan menggunakan F-18 dapat di-released setelah 8 Jam dari mulai di uptake nuklida tersebut. Begitu pula untuk Tc-99m, setelah 11,5 Jam.

demikian, semoga bermanfaat.

Pustaka

  1. Mark T. Madsen, et. al., AAPM Task Group 108: PET and PET/CT Shielding Requirements, Am. Assoc. Phys. Med., Medical Physics, Vol. 33, No. 1, January 2006. 
  2. Matthew T. Studenski, Effective dose to patients and staff when using a mobile PET/SPECT system, Journal of Applied Clinical Medical Physics, Volume 14, Number 3, 2013.
  3. Website : http://www.oseh.umich.edu/radiation/tc99m.shtml, diakses 10 Mei 2013.
  4. BAPETEN, Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keselamatan Radiasi dalam Kedokteran Nuklir. 
  5. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Release of Patients After Radionuclide Therapy, Safety Reports Series No. 63, Vienna, 2009. 
  6. National Council on Radiation Protection and Measurements, NCRP REPORT No. 151, Structural Shielding Design and Evaluation for Megavoltage X- and Gamma-Ray Radiotherapy Facilities, Bethesda, 2005. 

LihatTutupKomentar