Pesawat Sinar-X Jenis Hand-Held dan Portabel

I. PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat pada modalitas radiasi pengion untuk kebutuhan diagnostik medik menunjukkan bahwa kebutuhan diagnostik yang tepat, pelayanan yang mudah, dan terjangkau makin diperhitungkan. Hal ini, salah satunya dapat diketahui dari perkembangan teknologi hand-held, yang sebelumnya kita hanya mengenal mobile dan portabel untuk berbagai modalitas radiasi pengion.

Keberadaan teknologi mobile, portabel, dan hand-held menuntut adanya penyesuaian terhadap pemenuhan kondisi persyaratan keselamatan radiasi sesuai peraturan yang ada. Seharusnya perkembangan dan keajuan teknologi modalitas pencitraan medis selain dilakukan untuk memenuhi tuntutan diagnostik yang tepat juga harus memenuhi tuntutan bahwa risiko radiasi yang ditimbulkan seminimal mungkin sesuai konsep As Low As Reasonably Achievable (ALARA). Artinya, semakin canggih alat maka semakin kecil potensi paparan radiasinya atau sistem proteksi dan keselamatan radiasinya semakin baik.

II. TERMINOLOGI
Selama ini kita mengenal teknologi pesawat sinar-X ada 3 (tiga) jenis, yaitu: terpasang tetap (fixed/stasionary), mobile, dan portabel. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pada Tahun 2009, Amerika Serikat memperkenalkan jenis baru teknologi pesawat sinar-X, yaitu hand-held.

Berikut ini disampaikan perbedaan terminologi dari beberapa jenis pesawat sinar-X tersebut [1, 2]:
  1. Pesawat sinar-X hand-held adalah pesawat sinar-X yang didesain untuk dioperasikan dengan dipegang dalam genggaman tangan (hand-held).
  2. Pesawat sinar-X portabel adalah pesawat sinar-X yang didesain dengan ukuran kecil dilengkapi wadah pembungkus (suitcase) sehingga mudah dibawa atau dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain (hand carried).
  3. Pesawat sinar-X mobile adalah pesawat sinar-X yang dilengkapi dengan atau tanpa baterai charger dan roda sehingga mudah digerakan dan dapat dibawa ke beberapa ruangan untuk pemeriksaan umum secara rutin.
  4. Pesawat Sinar-X Terpasang Tetap (fixed/stationary) adalah pesawat sinar-X yang terpasang secara tetap dalam ruangan yang digunakan untuk pemeriksaan umum secara rutin.

Pesawat sinar-X jenis hand-held berbeda dengan jenis portabel, meskipun kadang (untuk sementara) dapat dimasukkan ke dalam jenis portabel dalam mengisi kekosongan regulasi terkait hand-held. Hal ini dapat dimaklumi karena ada kedekatan terminologi hand-carried pada pesawat portabel. Namun, perbedaan yang signifikan adalah pesawat portabel tidak didisain untuk dioperasikan dengan digenggam (hand-held).


III. Justifikasi Penggunaan Pesawat Sinar-X Jenis Hand-Held
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2007 [4], menyatakan bahwa justifikasi harus didasarkan pada manfaat yang diperoleh lebih besar daripada risiko yang ditimbulkan. Berikut ini beberapa aspek yang akan dijabarkan terkait justifikasi:
1. Aspek Kepatuhan Spesifikasi Terhadap Peraturan
Spesifikasi pesawat sinar-X untuk kebutuhan radiologi diagnostik dan intervensional telah di atur dalam Peraturan Kepala BAPETEN No. 15 Tahun 2014 tentang Keselamatan Radiasi dalam Produksi Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional [5].

Spesifikasi pesawat sinar-X yang akan masuk ke atau diproduksi di Indonesia harus memenuhi ketentuan yang ada pada Perka BAPETEN No. 15 Tahun 2014 tersebut.


Pesawat sinar-X jenis hand-held biasanya didisain memiliki potensial High Frequency (HF) dari sistem Direct Current (DC) sehingga ripel yang muncul pada generator adalah sangat rendah atau bahkan tidak ada. Hal ini dapat memberikan reduksi dosis ke pasien. Bentuk dan sistem pelindung tabung sinar-X dibuat dari bahan campuran logam berat untuk memberikan proteksi yang setara Pb atau menjadi lebih baik dibanding Pb [8].

Berkas sinar-X dari filter permanen ke ujung kolimasi dibatasi dan dilapisi dengan Pb, sehingga radiasi hambur dari pasien yang biasanya menembus pembungkus tidak terjadi karena diserap oleh Pb [8].

Selain itu pada ujung kolimasi diberi tambahan pelindung untuk mereduksi radiasi hambur yang terbuat dari bahan akrilik yang ekivalen dengan 0,5 mm Pb. Disain ini dapat menambah perlindungan ke operator dari radiasi hambur pasien [8].

Pesawat sinar-X jenis hand-held harus memiliki panel kendali dengan indikator kondisi penyinaran, tombol penyinaran, dan indikator suara dan indikator visual. Pada jenis hand-held tidak disediakan kabel panjang untuk penyinaran sebagaimana jenis portabel, mobile dan stasioner. Pada sistem hand-held, kabel panjang tidak dibutuhkan. Sehingga sistem proteksi radiasi untuk personil yang mengoperasikan harus tersedia secara inheren di alat tersebut [6].

Sesuai dengan spirit ALARA, pesawat sinar-X jenis hand-held harus dilengkapi dengan penahan radiasi eksternal untuk hamburan balik (backscatter) yang terpasang tetap dan tidak dapat dipindahkan. Sehingga, personil yang mengoperasikan pesawat sinar-X jenis hand-held dapat terproteksi dari radiasi hambur pasien.

Pesawat sinar-X jenis hand-held ini juga harus dilengkapi dengan sistem interlok, misal: tidak akan dapat digunakan jika baterai lemah, dan apabila tidak digunakan dalam waktu tertentu maka alat akan mati (automatic shutdown). Hal penting yang harus diperhatikan untuk pesawat sinar-X jenis hand-held ini adalah berat unitnya harus seringan mungkin sehingga memudahkan untuk pengoperasian dan tidak goyah dalam mengoperasikannya.

2. Aspek Peningkatan Pelayanan Publik dan Kondisi Sosial Ekonomi
Selain faktor manfaat dan keunggulan tersebut di atas, justifikasi juga berfungsi untuk memberikan jaminan proteksi dan keselamatan radiasi terhadap pekerja dan pasien dari adanya pemeriksaan yang tidak perlu sehingga dapat mencegah paparan radiasi yang tidak diperlukan (unintended exposure).

Sebagaimana diketahui bersama dari standar internasional [9] maupun nasional [1] sangat merekomendasikan bahwa pesawat sinar-X portabel dan mobile merupakan pilihan cadangan apabila pesawat sinar-X terpasang tetap atau fixed atau stationary tidak berfungsi atau difungsikan.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan pelayanan publik, rekomendasi penggunaan pesawat sinar-X tersebut juga harus memperhatikan kepentingan pelayanan publik dalam hal ini pasien dan keluarganya. Sehingga tercipta modalitas yang mampu memberikan peningkatan jangkauan pelayanan publik seperti mobile, portabel, dan hand-held. Pada awalnya, alat mobile dan portabel diperuntukkan bagi pasien yang kritis dan tidak dapat dipindahkan dari ruang perawatan. Jika dilakukan pemindahan pasien ke peralatan yang terpasang tetap dapat menimbulkan risiko bagi pasien.

Pada masa sekarang, pelayanan pasien mengalami perubahan karena alasan sosial dan ekonomi, pasien tidak mau datang ke fasilitas radiologi tetapi cukup di ruang perawatan (baik di rumah sakit maupun di rumah) untuk memperoleh pelayanan radiologi. Sehingga tercipta jenis teknologi baru pesawat sinar-X dengan sistem hand-held.

Hal ini sejalan dengan regulasi kita pada PP No. 33 Tahun 2007 [4] bahwa justifikasi dalam penggunaan modalitas radiasi tidak hanya mempertimbangkan aspek proteksi dan keselamatan radiasi, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi. Pertimbangan aspek sosial dan ekonomi tersebut turut memberikan pengaruh besar terhadap suatu keputusan mengenai apakah suatu penggunaan modalitas radiasi dapat dijustifikasi, sehingga untuk teknologi baru pesawat sinar-X dengan sistem hand-held dapat dijustifikasi dari aspek sosial dan ekonomi.

3. Aspek Paparan Radiasi dan Beban Kerja
Paparan radiasi yang diterima oleh personil yang mengoperasikan pesawat sinar-X hand-held dapat berasal dari radiasi bocor dan radiasi hambur. Kontribusi kedua radiasi tersebut di analisis dengan memperhatikan beban kerja. Kontribusi radiasi ke dosis seluruh tubuh, dosis ekstrimitas, dan dosis ke bagian kepala (tiroid dan lensa mata) harus dapat diidentifikasi sehingga dapat dipilih sistem peroteksi dan keselamatan radiasi sesuai yang dibutuhkan.

Jika dari hasil identifikasi menunjukkan bahwa potensi penerimaan dosis radiasi seluruh tubuh dan ekstrimitas pada personil memiliki nilai jauh di bawah Nilai Batas Dosis (NBD) maka disain sistem keselamatan pesawat sinar-X sudah memadai karena memiliki inheren shielding dan eksternal shielding. Namun, bagaimana dengan potensi penerimaan dosis radiasi pada bagian kepala operator yang posisinya lebih tinggi dari unit yang digunakan?


Jika dari hasil identifikasi diperoleh perkiraan bahwa dosis lensa mata melebihi 5 mSv dalam satu tahun [10] maka personil yang mengoperasikan harus menggunakan peralatan protektif radiasi seperti lensa mata dan pelindung tiroid serta menggunakan peralatan dosimeter personal atau peralatan pemantau dosis lensa mata untuk personil.

Jika diperlukan pembatasan beban kerja, maka langkah yang paling mudah adalah dimulai dengan penggunaan nilai pembatas dosis yang setengah NBD sebagaimana mendisain ruang radiasi pada Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011 [1]. Untuk mencapai nilai setengah NBD lensa mata pada kasus di atas dibutuhkan beban kerja berapa?, misal beban kerja harus maksimal 1 pasien per jam sehingga dalam satu tahun ada 2000 pasien/penyinaran. Penggunaan pembatas dosis selanjutnya dapat direviu sesuai dengan hasil pemantauan dosis lensa mata secara rutin.

4. Aspek Sumber Daya
Selain BAPETEN, upaya pengawasan penggunanaan modalitas radiasi pengion juga menjadi tanggung jawab organisasi profesi dan kementerian kesehatan. Hal tersebut terkait kesiapan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia, peningkatan kesadaran hukum, dan justifikasi penggunaan teknologi baru dan teknik prosedurnya. Oleh karena itu, pengambilan keputusan untuk justifikasi teknologi baru seperti pesawat sinar-X jenis hand-held harus juga mempertimbangkan pendapat dari organisasi profesi dan kementerian kesehatan. Permintaan pertimbangan justifikasi teknologi baru ke organisasi proteksi dan kementerian kesehatan merupakan amanah dari standar internasional General Safety Requirements Part 3 (GSR Part 3) IAEA Tahun 2014 [11].

Selanjutnya terkait dengan sumber daya peralatan yang akan digunakan, perlu pertimbangan sistem pencitraan yang digunakan (pakai film d-speed atau sensor CR/DR), sistem jaminan kendali mutu, dan jaminan ketertelusuran pemilik dan pengguna pesawat sinar-X jenis hand-held ini.

Potensi aspek kerugian dari pesawat sinar-X hand-held ini salah satunya adalah ketahanan dan kondisi fisik peralatan terhadap perpindahan atau perubahan posisi alat, sehingga dibutuhkan sebuah jaminan dari pemegang izin dan vendor untuk selalu memastikan ketahanan dan kondisi fisik peralatan selalu terjaga sesuai spesifikasinya. Ini pentingnya jaminan kendali mutu, perawatan dan perbaikan.

Selain itu, juga perlu adanya jaminan ketertelusuran kepemilikan, dan penggunaan pesawat sinar-X hand-held ini dari pemegang izin dan vendor untuk membantu BAPETEN dalam pengawasannya. Pada jaminan tersebut memuat ketentuan paling tidak setiap 6 (enam) bulan, vendor dan pemegang izin melaporkan ke BAPETEN. Jaminan-jaminan yang dibutuhkan tersebut dapat berupa “surat perjanjian jaminan” yang diberikan oleh pemegang izin dan vendor saat mengajukan izin penggunaan ke BAPETEN.

Secara keseluruhan, jika ada yang akan membeli pesawat sinar-X hand-held maka calon pembeli atau pemegang izin harus membuat “dokumen justifikasi penggunaan” yang memuat (paling tidak) pendahuluan, keuntungan/manfaat, kerugian/risiko, evaluasi, dan keputusan [12]. Dokumen justifikasi tersebut dilaporkan ke BAPETEN sebagai kelengkapan yang tidak terpisahkan dari dokumen proteksi dan keselamatan radiasi. Pembuatan dokumen justifikasi merupakan kewajiban calon pemilik/pemegang izin untuk menyampaikan ke BAPETEN.

5. Aspek Regulator
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didukung dengan perkembangan standar internasional dan kondisi nasional maka pimpinan BAPETEN dituntut untuk membuat keputusan terkait penggunaan pesawat sinar-X jenis hand-held. Keputusan itu meliputi (untuk sementara) tetap mempertahankan ketentuan yang sudah ada di Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011 dengan dalil memasukkan sistem hand-held ke dalam kelompok portabel atau keputusan melakukan perubahan dengan memberi ruang gerak penggunaan pesawat sinar-X hand-held.

Sebagaimana telah disampaikan pada aspek sumber daya, peran organisasi profesi dan kementerian kesehatan untuk memberikan pendapat terkait justifikasi penggunaan teknologi baru harus memperoleh perhatian BAPETEN sebelum memutuskan penggunaan teknologi baru (dalam hal ini) pesawat sinar-X hand-held.

Saran atau pendapat dari organisasi profesi dan kementerian kesehatan mengenai apakah teknologi baru sistem hand-held ini “diperlukan dan dapat dibenarkan” akan dapat mempermudah BAPETEN dalam mengambil keputusan.

IV. ASESMEN
Berdasarkan uraian justifikasi di atas, maka dapat diperoleh benang merah terkait penggunaan pesawat sinar-X hand-held mengarah pada 2 (dua) pilihan, yaitu:
  1. Tetap mempertahankan ketentuan yang tertera pada Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011 dengan pertimbangan:
    1. Pesawat sinar-X sistem hand-held masuk ke dalam kelompok pesawat sinar-X portabel. Hal ini dilakukan untuk mengisi kekosongan regulasi terkait pesawat sinar-X sistem hand-held.
    2. BAPETEN harus meminta saran atau pendapat ke organisasi profesi dan kementerian kesehatan terkait informasi “apakah teknologi hand-held ini diperlukan dan dapat dibenarkan”.
    3. Kesadaran dan tertib hukum pengguna teknologi hand-held ini masih diragukan, hal ini dicirikan dengan masih adanya kehawatiran penyalahgunaan penggunaan alat hand-held ini.

  2. Melakukan perubahan dengan memasukkan beberapa ketentuan pada Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011 dengan memberi ruang gerak penggunaan jenis hand-held terpisah dari sistem portabel dengan pertimbangan:

    1. BAPETEN harus siap menghadapi tantangan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pengawasan dengan hadirnya teknologi baru pesawat sinar-X jenis hand-held dengan mempersiapkan regulasi, sistem perizinan maupun sistem inspeksi;
    2. Memperoleh kesepakatan dan saran dari organisasi profesi dan kementerian kesehatan;
    3. Ada hasil justifikasi yang menunjukkan bahwa sistem proteksi dan keselamatan radiasi pesawat sinar-X jenis hand-held ini memadai dan dapat dipertanggungjawabkan;
    4. Perhatian penting ditujukan pada pengajuan izin penggunaan dan pada saat pengoperasian pesawat sinar-X tersebut harus memperhatikan beberapa ketentuan, yaitu:

      1. Personil yang mengoperasikan harus memperoleh pelatihan yang memadai terkait tata cara mengoperasikan;
      2. Pembatasan beban kerja jika diperlukan;
      3. Penggunaan peralatan protektif radiasi berupa apron, pelindung tiroid, dan kaca mata dengan kesetaraan timbal pada tebal tertentu bagi personil yang mengoperasikan dan pasien;
      4. Jika diperlukan, harus menggunakan 2 (dua) personal dosimeter untuk seluruh tubuh dan lensa mata bagi personil yang mengoperasikan, dan sebagai tambahan dapat menggunakan dosimeter cincin untuk memantau dosis kulit dan tangan.
      5. Sistem hand-held harus dilengkapi dengan pelindung radiasi bocor dan radiasi hambur atau memiliki sistem pertahanan berlapis yang melekat (inheren) pada peralatannya untuk meminimalkan paparan radiasi pada personil yang mengoperasikan. Selain itu, harus dilengkapi dengan sistem interlok (lock/unlock). Misalnya, sistem interlok dibuat supaya tidak terjadi penyinaran apabila masih dalam mode lock atau memiliki sistem auto shutdown setelah beberapa menit.
      6. Pemegang izin harus memastikan menyimpan alat ini ditempat yang aman terkunci, dan pada saat disimpan alat dipisahkan dari handset-nya. Dengan melepas handset-nya maka alat tidak dapat digunakan.
      7. Peralatan harus digunakan satu paket dengan film minimal dengan jenis D-Speed ataupun dapat pakai sensor (CR/DR) untuk meminimalkan paparan radiasi pada personil yang mengoperasikan atau pun pasien.
      8. Adanya jaminan kendali mutu rutin atau program perawatan dan perbaikan dari vendor dan pembeli/ pemegang izin (semacam kontrak service rutin, kalibrasi dan jaminan purna jual setelah pembelian).
      9. Adanya jaminan terkait ketertelusuran kepemilikan, dan penggunaan pesawat hand-held ini dari pembeli/pemegang izin dan vendor dengan melaporkan kondisi tersebut paling tidak setiap 6 bulan sekali.
      10. Pemegang izin harus melaporkan secara rutin tiap 6 bulan sekali mengenai hasil pemantauan dosis yang diterima oleh personil yang mengoperasikan alat.
      11. Mematuhi seluruh ketentuan pada kelompok pemanfaatan yang sesuai pada PP No. 29 Tahun 2008.
KESIMPULAN
Penulis ingin ke depan hal ini berjalan dengan baik di pengawasan penggunaan sumber radiasi pengion dan zat radioaktif, yaitu:
  1. Terkait dengan permohonan justifikasi teknologi baru modalitas radiasi yang akan masuk ke Indonesia, BAPETEN harus meminta saran atau pendapat ke organisasi profesi dan kementerian kesehatan terkait informasi “apakah teknologi baru ini diperlukan dan dapat dibenarkan” selain dari tinjauan aspek proteksi dan keselamatan radiasi.

  2. Terkait Pengawasan modalitas dan teknologi yang akan masuk atau digunakan di Indonesia, BAPETEN harus meminta kepada calon pemohon izin atau calon pemegang izin untuk membuat dokumen “justifikasi penggunaan modalitas sumber radiasi pengion”. Dokumen ini nanti diberikan ke BAPETEN sebagai kelengkapan pengajuan permohonan izin. Dokumen ini nanti akan dievaluasi oleh BAPETEN, dan digunakan sebagai salah satu dasar memutuskan pemberian izin atau tidak. Dokumen ini dapat digunakan sebagai salah satu cara menjaring kebutuhan penggunaan modalitas radiasi sesuai dengan kebutuhannya. Artinya, pembatasan dapat diterapkan dengan mempersyaratkan dokumen ini.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), “Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional”, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 639, Jakarta, 2011.
  2. The Conference of Radiation Control Program Directors (CRPD), the Suggested State Regulations for Control of Radiation (SSRCR) Part F, “Diagnostic X-Rays and Imaging Systems in the Healing Arts”, Sec. F.1 - F.2, SSRCR Volume I - May 2009, www.crcpd.org/SSRCRs/F-Part%202009.pdf, diakses 4 Maret 2015.
  3. ] Aribex, “SSRCR and the Hand-held X-ray”, Aribex NOMAD UPDATE, Newsletter, Spring 2011 Update, Volume 5, Issue 1, www.aribex.com/pdfs/RegulatoryNewsletter20114page.pdf, diakses 4 Maret 2015.
  4. Pemerintah Republik Indonesia, “Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif”, Jakarta, 2007.
  5. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), “Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 15 Tahun 2014 tentang Keselamatan Radiasi dalam Produksi Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional”, Jakarta, 2014
  6. Aribex, “Partnering in The Evolution of Handheld X-Ray”, Aribex NOMAD UPDATE, Newsletter, Summer 2013 Update, Volume 7, Issue 1, http://www.aribex.com/wp-content/uploads/2012/04/2013-Summer-Regulatory-Newsletter-to-CRCPD.pdf, diakses 4 Maret 2015.
  7. Aribex, “NOMAD Pro 2 Handheld X-ray System for Intraoral Radiographic Imaging”, Operator Manual, Manufactured by Aribex, USA, 2014.
  8. [8] Clark Turner, D., etc., “Radiation Safety Characteristics of the NOMAD™ Portable X-ray System”, Aribex Inc., USA, 2008.
  9. International Atomic Energy Agency (IAEA), “Applying Radiation Safety Standards in Diagnostic Radiology and Interventional Procedures Using X Rays”, Safety Report Series No. 39, Vienna, 2006.
  10. International Atomic Energy Agency (IAEA), “Implications for Occupational Radiation Protection of the New Dose Limit for the Lens of the Eye”, IAEA TECDOC SERIES, TECDOC No. 1731, Vienna, 2013.
  11. International Atomic Energy Agency (IAEA), “Radiation Protection and Safety of Radiation Sources: International Basic Safety Standards”, General Safety Requirements Part 3, No. GSR Part 3, IAEA Safety Standards for protecting people and the environment, Vienna, 2014.
  12. International Atomic Energy Agency (IAEA), “Justification of Practices, Including Non-Medical Human Imaging”, General Safety Guide, IAEA Safety Standards Series No. GSG-5, Vienna, 2014.
LihatTutupKomentar