Korelasi Dosis Radiasi yang Diterima Pasien dengan Pesawat Sinar-X yang Lolos Uji Kesesuaian

Pendahuluan

Sesuai dengan laporan akuntabilitas yang dirilis oleh BAPETEN ke web http://www.satupemerintah.net, kita dapat menemukan isu-isu terkini yang menjadi sasaran strategis pengawasan pemanfaatan radiasi dan sumber radioaktif di bidang kesehatan. Pada Halaman 9 dokumen LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) BAPETEN, dapat diketahui bahwa isu strategis pengawasan di bidang kesehatan adalah:

Pertama, penggunaan peralatan radiologi diagnostik dan Intervensional tersebar disemua daerah meliputi dari Rumah Sakit Tipe A, B, C, D, Puskesmas, Klinik dan Praktek Dokter. Berdasarkan informasi dan hasil inspeksi keselamatan nuklir, pengguna peralatan pesawat sinar-X radiologi diagnostik dan intervensional belum memiliki petugas proteksi radiasi atau personil bidang medik yang berkompeten antara lain dokter spesialis radiologi untuk diagnostik dan intervensional, radiografer diagnostik khusus gigi dan fisika medik untuk intervensional.

Kedua, pesawat sinar-X yang dipergunakan saat ini dari segi paparan radiasi yang diterima pasien belum memenuhi tingkat panduan yang telah ditetapkan Peraturan Kepala BAPETEN yang mengacu pada standar IAEA. Hal tersebut dapat dilihat dari sebagian peralatan yang telah dilakukan uji kesesuaian, dimana hasilnya 35% dinyatakan tidak andal dan dilarang untuk dipergunakan.

Dari dua isu strategis yang diusung BAPETEN tersebut, ada hal yang ingin kita gali lebih dalam yaitu isu yang kedua tentang paparan radiasi yang diterima pasien belum memenuhi tingkat panduan paparan medik. Kesimpulan itu diambil dari hasil uji kesesuaian yang menyatakan bahwa 35% pesawat sinar-X tidak andal.

Permasalahannya adalah :
  • bagaimana menghubungkan antara tingkat panduan yang tidak terpenuhi dengan hasil uji kesesuaian yang gagal atau tidak andal? Atau 
  • apakah hubungan antara dosis yang diterima pasien dengan hasil uji kesesuaian itu punya korelasi yang linier? 

Tingkat Panduan Paparan Medik
Pada Penjelasan PP No. 33 Tahun 2007, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan “Tingkat Panduan” (Guidance Level) adalah nilai panduan yang hendaknya dicapai melalui pelaksanaan kegiatan medik dengan metode yang teruji. Nilai panduan untuk kegiatan radiologi diagnostik dinyatakan dalam “nilai dosis atau laju dosis”, sedangkan untuk kegiatan kedokteran nuklir dinyatakan dalam aktivitas sumber radioaktif.

Nilai tingkat panduan untuk kegiatan radiologi diagnostik dan intervensional sudah ditetapkan oleh BAPETEN dalam Peraturan Kepala BAPETEN No. 8 Tahun 2011 dengan mengacu pada standar internasional IAEA.

Aplikasi tingkat panduan tersebut adalah untuk membantu dalam pengelolaan dosis pasien sehingga dosis yang diterima pasien sepadan dengan tujuan klinis. Artinya, setiap pemeriksaan pasien dengan pesawat sinar-X harus diketahui perkiraan dosis yang diterima oleh pasien atau paling tidak data-data penyinaran seperti kV, mA, mAs, jarak penyinaran tercatat dalam buku catatan penyinaran pasien (logbook).

Sehingga perkiraan dosis yang diterima oleh pasien tersebut dapat dibandingkan dengan nilai dosis dalam tingkat panduan sesuai dengan jenis pemeriksaannya. Misal: pemeriksaan chest PA salah satu pasien dewasa diperkirakan menerima dosis sekitar 0,35 mSv, kemudian dibandingkan dengan tingkat panduan untuk pemeriksaan chest PA yang ada di Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011 adalah 0,4 mSv. Hasilnya dosis pasien berada dibawah nilai tingkat panduan.

Bagaimana kalau nilai dosis pasien 0,5 mSv pada pemeriksaan yang sama? Nilai tersebut melebihi tingkat panduan. Apakah langsung dijustifikasi sebagai paparan radiasi yang diterima pasien belum memenuhi tingkat panduan dan pesawat sinar-X yang digunakan patut dicurigai tidak andal? Sebagaimana isu strategis yang dilontarkan oleh BAPETEN?
Jawabnya tentu TIDAK. Karena tingkat panduan itu bukan sebagai NILAI BATAS. Artinya, boleh dalam suatu pemeriksaan lebih dari nilai tingkat panduan namun harus terjustifikasi.

Selain itu, dosis pasien lebih rendah dari tingkat panduan juga tidak menunjukkan kriteria bagus atau tidaknya suatu pelayanan radiologi atau bagus tidaknya kinerja peralatan yang digunakan. Karena tingkat panduan dosis merupakan salah satu upaya optimisasi terhadap proteksi dan keselamatan radiasi dari pasien dengan mempertimbangkan kualitas citra yang diperoleh “tetap memadai” bagi dokter untuk mendiagnosa.

Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X
Fungsi uji kesesuaian adalah untuk memastikan pesawat sinar-X selalu dalam kondisi andal dan baik untuk kegiatan radiologi diagnostik maupun intervensional. Pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi perubahan yang mungkin terjadi pada pesawat sinar-X. Perubahan yang dideteksi adalah perubahan yang berakibat degradasi signifikan secara klinis pada kualitas citra atau peningkatan paparan radiasi yang signifikan terhadap pasien.

Dengan demikian, jika sebuah pesawat sinar-X dinyatakan lolos uji kesesuaian maka pesawat sinar-X tersebut dapat digunakan sesuai fungsinya untuk pelayanan radiologi diagnostik dan intervensional. Artinya, kinerja pesawat sinar-X andal.

Keandalan kinerja pesawat sinar-X tidak dapat berbanding lurus dengan dosis radiasi yang diterima oleh pasien. Artinya, jika pemeriksaan dilakukan dengan pesawat sinar-X yang andal maka belum tentu menghasilkan dosis pasien di bawah tingkat panduan.

Kenapa begitu? Uji kesesuaian untuk memastikan bahwa parameter penyinaran yang digunakan memberikan hasil yang sepadan atau sesuai dengan setingannya dan jika terjadi simpangan masih masuk dalam rentang toleransi yang diizinkan. Kalau settingannya dapat menghasilkan dosis tinggi ya dosis tinggi diperolehnya, begitu pula sebaliknya. Kalau settingannya menghasilkan dosis tinggi namun kenyataannya diperoleh dosis rendah itu namanya anomali, harus dideteksi penyebabnya. Pada bahasan dosis pasien, sudah diuraikan tata cara memperoleh dosis pasien dan tata cara memperoleh grafik keluaran radiasi suatu pesawat sinar-X.

Ilustrasi: ada 2 (dua) unit pesawat sinar-X yang lolos uji kesesuaian. Dilakukan penyinaran dengan kondisi kVp dan mAs sama, apakah hasil dosis yang dikeluarkan sama? Jawabnya tidak sama. Kenapa? Setiap pesawat sinar-X memiliki karakteristik kurva informasi dosis berbeda (kurva keluaran radiasi) yang disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda seperti tegangan, beban tabung, filtrasi, kualitas radiasi (HVL) dan FFD. Jadi, tegangan, beban tabung, dan FFD boleh sama, namun ternyata hasil dosisnya tidak sama. Karena filtrasi dan HVLnya berbeda. Belum lagi ditinjau dari sistem generatornya.

Oleh karena itu, besarnya dosis pasien tidak dapat digunakan untuk menjustifikasi keandalan pesawat, sehingga dosis pasien hanya dapat digunakan sebagai informasi mengenai keefektifan penerapan prinsip optimisasi.

Kalaupun dosis pasien menjadi salah satu parameter uji kesesuaian sesuai dengan Perka BAPETEN No. 9 Tahun 2011, maka hal tersebut harus ditinjau ulang bahwa dosis pasien tidak dapat digunakan untuk menjustifikasi keandalan kinerja pesawat ataupun sebaliknya.

Usulan
BAPETEN harus membuat peta dosis pasien untuk tiap jenis pemeriksaan antara pesawat sinar-X yang tidak lolos dan lolos uji kesesuaian. Paling tidak untuk menjawab hipotesa, apakah alat yang tidak bagus itu atau tidak lolos uji kesesuaian itu memberikan dosis yang tinggi untuk pemeriksaan atau dosisnya di atas tingkat panduan yang ada di Perka BAPETEN No. 8 / 2011 ? dan sebaliknya.

Demikian, semoga bermanfaat…

Pustaka
  • LAKIP BAPETEN 2013, http://www.bapeten.go.id/download.php?fid=830&filename=LAKIP_BAPETEN_2013_REV_03-04-2014.pdf&target=document, diakses Tanggal 2 September 2014. 
  • Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif 
  • Peraturan Kepala BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional 
  • Peraturan Kepala BAPETEN No. 9 Tahun 2011 tentang Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional 
  • ICRP, www.icrp.org/docs/DRL_for_web.pdf, Diagnostic Reference Levels In Medical Imaging: Review And Additional Advice, diakses 21 Maret 2007.

LihatTutupKomentar