Dua Tahun Uji Kesesuaian, Apa Kabarmu....

Saat ini, sudah 2 (dua) tahun lebih uji kesesuaian diberlakukan sesuai dengan peraturan Kepala BAPETEN NO. 9 Tahun 2011 (selanjutnya disebut Perka BAPETEN 9/2011). Perkembangannya sampai saat ini, sosialisasi pun masih digalakkan, penambahan penguji berkualifikasi masih berjalan, dan penambahan tenaga ahli yang belum ada informasinya…

bagaimana efek uji kesesuaian? Apakah sudah terasa perubahannya? Atau paling tidak gegernya…

efek positif tentu itu terasa, mulai dari adanya peningkatan pemahaman mengenai perlunya quality control yang rutin untuk menjaga mutu alat sehingga selalu dapat dipakai dalam keadaan layak. Sampai pada munculnya ide-ide bisnis baru yaitu sebagai lembaga uji berkualifikasi.

Efek negatif juga ada, diantaranya muncul hambatan baru untuk pengajuan izin penggunaan baru maupun perpanjangan karena hasil uji kesesuaian digunakan sebagai syarat untuk pengajuan permohonan izin ke BAPETEN.

Kesuksesan dan terkendalanya itu semua bermuara pada kesiapan dan ketersediaan sumber daya, baik sumber daya manusia, peralatan, prosedur dan biaya.

Misalnya: salah satu lembaga yang akan ditetapkan sebagai penguji berkualifikasi untuk melakukan pengujian pada semua jenis pesawat sinar-X, mereka dituntut punya sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, peralatan yang sesuai prosedurnya, prosedur yang sesuai dengan peralatannya, dan biaya untuk pemenuhan SDM, pembelian dan perawatan peralatan, dan pengembangan prosedur yang sesuai.

Sebagai lembaga uji, butuh investasi yang besar, namun juga untuk prospek yang sangat besar pula. Dapat dibayangkan, ada sebanyak kurang lebih 2016 instansi yang memiliki izin penggunaan radiasi dibidang medik di seluruh Indonesia (data dari web www.bapeten.go.id per 19 Agustus 2014). Andaikan, tiap instansi memiliki minimal 2 pesawat sinar-X, berarti ada 4032 pesawat sinar-X yang harus menjalani uji kesesuaian secara rutin. Satu pesawat sinar-X biaya ujinya Rp. 2.000.000,- jadi sekitar Rp. 8.064.000.000,- per 4 (empat) Tahun.

Belum lagi biaya Akomodasi, uang harian, dan transportasi untuk pengujinya yang harus dikeluarkan oleh pemohon uji. Sungguh peluang bisnis yang menggiurkan. Sehingga pengajuan untuk menjadi penguji berkualifikasi pun meningkat. Namun saya takut, ada penyelewengan dan tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh para penguji. Seperti, indikasi memperlama waktu pengujian. Pengujian pesawat radiografi umum memakan waktu 2 jam, padahal dapat dilakukan dalam waktu 1 jam. Pengujian CT Scan dikatakan 6 – 8 jam, padahal cukup 1 – 2 jam.

Indikasi lainnya adalah pengujian yang dilakukan kurang dari parameter yang ditentukan dalam Perka BAPETEN 9/2011. Seharusnya yang diuji ada 9 parameter, yang dilakukan hanya 8 parameter. Sehingga jika berkas hasil ujinya dimasukkan ke tenaga ahli akan dinyatakan belum lengkap dan harus melakukan pengujian tambahan.

Semoga indikasi-indikasi itu tidak terjadi… saya percaya….

Saat ini, per Juli 2014 sudah ada sekitar 14 instansi sebagai penguji berkualifikasi. Permintaan pengujian pesawat sinar-X ke seluruh instansi penguji berkualifikasi pun meningkat sampai memasuki daftar antrian bulanan.

Berkas-berkas hasil pengujian juga sudah masuk ke tim tenaga ahli hingga bertumpuk-tumpuk entah kapan selesainya. Salah satu teman dari RS swasta menceritakan januari 2014 pesawatnya diuji, sampai Juni belum ada hasilnya. Saat ditanyakan ke penguji berkualifikasi, jawabnya hasilnya belum ada dari tenaga ahli.

Informasi mengenai sudah berapa banyak pesawat sinar-X yang lolos uji kesesuaian dari mulai diberlakukan sampai sekarang juga belum ada. Di web BAPETEN sebagai basecamp tim tenaga ahli juga tidak menampilkan informasi tersebut. Berapa banyak yang masuk ke tim tenaga ahli? dari penguji berkualifikasi mana saja? Berapa yang dikembalikan ke penguji berkualifikasi? Berapa yang sudah dinyatakan berkasnya lengkap? Berapa banyak sertifikat lolos uji yang telah dikeluarkan?

Sungguh menjadi misteri sampai sekarang.

Yang ditampilkan di web BAPETEN hanya daftar penguji berkualifikasi, daftar tim tenaga ahli pun tidak ada. Kalau penguji berkualifikasi ditetapkan melaui berbagai prosedur dan persyaratan yang sangat rumit, bagaimana dengan penetapan tim tenaga ahli? Syaratnya ada di Perka BAPETEN No. 9 Tahun 2011, bagaiman proses rekruitmennya? Apakah terbuka untuk umum? Atau hanya orang-orang BAPETEN saja? Atau hanya untuk orang-orang universitas saja?

Peningkatan jumlah pemohon uji di topang dengan peningkatan jumlah penguji berkualifikasi, namun tidak diperoleh informasi apakah juga dibarengi dengan peningkatan jumlah tim tenaga ahli.

Sungguh misteri….

Kalau misalnya ada 500 berkas uji yang masuk ke tim ahli dan tim ahli jumlahnya 10 orang, maka tiap orang kebagian 50 berkas. 1 berkas diselesaikan 1 minggu berarti butuh 50 minggu (1 tahun). Artinya, terselesaikan dalam 1 tahun 500 berkas, bagaimana berkas susulan belakangnya yang terus masuk?

Belum lagi ada kendala, berkas hasil uji yang masuk ke tim tenaga ahli itu belum lengkap, maka akan ada tambahan waktu untuk melengkapi dalam jangka 10 – 20 hari. Berkas hasil uji dinyatakan belum lengkap itu jika ada kekurangan dokumen atau informasi hasil uji dalam laporan hasil uji yang disampaikan kepada tenaga ahli.

kekurangan dokumen atau informasi hasil uji itu dapat berupa kekurangan parameter yang diuji, jadi penguji berkualifikasi harus melakukan pengujian tambahan terhadap parameter tersebut dalam rentang waktu 10 hari.

Kendala lagi, jika personil penguji berkualifikasi yang melakukan pengujian tidak termasuk yang ada dalam daftar penguji berkualifikasi yang ditetapkan oleh BAPETEN maka hasil uji yang dilakukan tidak sah dan tidak berlaku.

Misalnya yang ada dalam personil penguji namanya A kemudian di lapangan yang menguji dari instansi tersebut adalah B, maka hasilnya tidak berlaku.

Diskusi
Pemohon uji adalah seluruh pemilik pesawat sinar-X radiologi diagnostik dan intervensional yang akan mengajukan izin penggunaan baru maupun perpanjangan yaitu rumah sakit, klinik, puskesmas, dan balai pelayanan kesehatan.
Apakah pemohon uji paham tentang prosedur dan tata cara uji kesesuaian? Pemohon uji masih banyak yang belum paham tentang prosedur dan tata cara uji kesesuaian. Contohnya, pemohon uji minta BPFK untuk menguji dan dapat Sertifikat Pengujian dari BPFK. Pemohon uji menganggap itu adalah sertifikat hasil uji dan dapat digunakan untuk mengajukan permohonan izin ke BAPETEN.

Selain itu, masih ada yang menganggap uji kesesuaian berbeda dengan pengujian kalibrasi, jadi pemohon uji melakukan keduanya (uji kesesuaian dan kalibrasi). Kemudian, uji kesesuaian dengan uji fungsi.

Pemohon uji belum mengetahui lembaga mana saja yang menjadi penguji berkualifikasi dan bagaimana sistem dan tata cara lembaga penguji berkualifikasi menawarkan program uji kesesuaian (termasuk biaya yang dikeluarkan, tanggung jawab lembaga penguji, dll).

Institusi penguji berkualifikasi adalah badan hukum yang memperoleh ketetapan dari Kepala BAPETEN untuk melaksanakan Uji Kesesuaian. Tanggung jawab dari penguji berkualifikasi adalah :
a. menyusun dan mengembangkan protokol uji,
b. melaksanakan uji kesesuaian pesawat sinar-x sesuai metode uji yang terdapat dalam protokol uji
c. memutakhirkan kompetensi personil penguji paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Protokol uji yang dimiliki harus selalu dikembangkan menyesuaikan dengan kondisi dan jenis peralatan di lapangan. Jika ada perubahan antara protokol uji dengan yang ditemui dan dilakukan di lapangan maka harus diberitahukan ke tim tenaga ahli. Sehingga tidak terjadi kesalahan komunikasi dengan para anggota tim ahli. Begitu pula jika ditemukan dilapangan, tidak dapat dilakukan pengujian parameter uji dikarenakan ketidakmampuan alat yang diuji, maka harus disampaikan ke tim ahli.

Informasi kendala dilapangan terkait metode uji dan parameter uji sangat penting untuk diinformasikan ke tim ahli atau BAPETEN, karena informasi tersebut merupakan masukan yang penting untuk perbaikan dan pengembangan ketentuan peraturan terkait uji kesesuaian.

Penetapan sebagai penguji berkualifikasi mengharuskan ketersediaan sumber daya yang memadai. Contohnya sumber daya manusia yang bertindak sebagai personil penguji.

Sesuai dengan daftar lembaga penguji berkualifikasi yang ditetapkan BAPETEN per Juli 2014 (Tabel berikut ini), dapat diketahui bahwa tidak ada ketentuan mengenai jumlah personil minimum terhadap jumlah lingkup jenis pesawat sinar-X yang di uji. Penguji berkualifikasi yang memiliki lingkup 6 pesawat sinar-X hanya memiliki 3 – 4 personil penguji, sedangkan yang lingkupnya hanya 3 pesawat memiliki 6 – 7 personil.

Kalau dalam Perka 9/2011 ada ketentuan minimum tenaga ahli dalam mengevaluasi hasil uji, yaitu setiap kegiatan evaluasi hasil uji kesesuaian, ketua tenaga ahli dibantu oleh paling kurang 2 (dua) orang anggota tenaga ahli. Artinya 1 (satu) hasil uji dievaluasi oleh ketua tenaga ahli dibantu 2 (dua) anggota tenaga ahli atau 1 (satu) jenis pesawat sinar-X dievaluasi oleh ketua tenaga ahli dibantu 2 (dua) anggota tenaga ahli.

BAPETEN harus menetapkan persyaratan minimum yang sama sebagaimana untuk tim tenaga ahli, yaitu paling tidak untuk setiap lingkup pesawat sinar-X di uji oleh 2 orang personil. Artinya, tiap lingkup jenis pesawat sinar-X di tetapkan personil pengujinya, tidak 1 (satu) personil melakukan semua pengujian terhadap 6 jenis pesawat sinar-X. ataupun, jika tidak seperti itu maka dapat digeneralisasi bahwa jika lingkupnya 1 pesawat maka personil pengujinya 2 orang, sehingga jika mengajukan untuk menguji 6 lingkup pesawat, minimal harus disediakan personil sejumlah 12 orang.

Hal ini sesuai dengan Perka BAPETEN 9/2011 sudah diatur tentang personil penguji yaitu tim penguji paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang personil penguji dan 1 (satu) orang anggota pendukung.

Jika ketersediaan sumber daya personil penguji terbatas, seperti lingkup pesawat sinar-X yang di uji 6 (enam) dan yang menguji ada 3 personil. Maka tidak heran jika permohonan untuk pengujian sampai bertumpuk dan memunculkan antrian. Karena penumpukan dan antrian tersebut, dapat memunculkan indikasi yang tidak baik. Pasti ada dari mereka yang mengantri ingin dilayani dengan cepat. Sehingga memberikan tawaran harga yang lain. Ada cara ekspres dan reguler sebagaimana jasa kirim barang. Apalagi didorong dengan izin penggunaan yang sudah habis masa berlakunya, mau ada akreditasi, dan lainnya.

Selain jumlah personil, kompetensi personil penguji juga harus diperhatikan. Tidak hanya mampu mendemokan pengujian pesawat saat di verifikasi oleh BAPETEN saat mau ditunjuk sebagai penguji berkualifikasi. Namun juga harus mengetahui bahwa satu jenis pesawat (missal radiografi umum) memiliki varian yang sangat banyak sehingga menuntut adanya cara dan metode uji yang berbeda untuk memperoleh hasil parameter uji yang sama.

Pengalaman dilapangan harus sesering mungkin dikomunikasikan apalagi jika menemukan pesawat yang berbeda dan menuntut adanya perlakuan khusus. Komunikasi dapat dilakukan antar penguji berkualifikasi maupun dengan tim tenaga ahli. Ini penting, karena kesalahan atau kendala komunikasi akan mengakibatkan pengambilan ketutusan yang salah dan berbeda.

Tim tenaga ahli adalah tim yang memiliki kompetensi untuk menilai hasil uji kesesuaian dan telah memperoleh ketetapan dari Kepala BAPETEN.
Sepertinya ini adalah peran yang paling penting yang memainkan uji kesesuaian yaitu peran dari tim tenaga ahli. Persyaratan untuk menjadi tim tenaga ahli sudah di atur dalam Perka BAPETEN 9/2011. Proses penetapan sebagai tim tenaga ahli yang masih kurang ada transparansi. Apakah anggota tim tenaga ahli hanya untuk pegawai BAPETEN dan Universitas tertentu saja? Atau dapat diseleksi terbuka sebagaimana penunjukan dan penetapan penguji berkualifikasi?

Sampai saat ini, tim tenaga ahli hanya beranggotakan personil dari BAPETEN dan Universitas Indonesia. Mengenai jumlahnya juga misteri, belum ada informasi. Namun sesuai ketentuan Perka BAPETEN 9/2011, seharusnya minimal anggota tim tenga ahli ada 18 (delapan belas) orang (jika tiap jenis pesawat dievaluasi oleh 3 orang).

Maka dapat dipahami bahwa, terjadi penumpukan hasil uji di tim tenaga ahli. Bagaimana menyelesaikan penumpukan hasil uji itu? Menambah personil tim tenaga ahli? Meningkatkan beban kerja tim tenaga ahli?
Kalau penguji berkualifikasi memang khusus memiliki tugas utama sebagai lembaga penguji. Jadi beban kerjanya hanya menguji dan menguji. Namun apakah tim tenaga ahli juga memiliki totalitas sebagai evaluator hasil uji? Atau hanya beban kerja sampingan? Itu juga menentukan apakah tumpukan hasil uji itu akan terselesaikan.

Peluang untuk mencari tenaga ahli dari luar institusi BAPETEN dan Universitas Indonesia sangat besar, bahkan ada beberapa fisikawan medik yang ingin menjadi tenaga ahli. Ini perlu di akomodir secepatnya.
Ada perekrutan tim tenaga ahli sebagaimana perekrutan penguji berkualifikasi.
Kalau penguji berkualifikasi terus nambah kuantitasnya, sudahs eharusnya tim tenaga ahli juga bertambah kuantitasnya.

Permasalahan lain yang mengakjibatkan adanya penumpukan hasil uji di tim tenaga ahli adalah panjangnya birokrasi. Pada sistem pelayanan publik, panjangnya birokrasi ini menjadi penghambat pelayanan. Pada system tata cara uji kesesuain juga dinilai seperti itu, panjang birokrasinya. Selain panjang birokrasi, uji kesesuaian melibatkan lebih dari satu institusi. Ada BAPETEN, penguji berkualifikasi, dan tim tenaga ahli.

Panjang birokrasi dimaksudkan adalah proses untuk memperoleh sertifikat uji dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari beberapa meja yang harus dilalui, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Bahkan kalau uji kesesuaian bukan hanya beberapa meja di satu institusi, tapi juga beberapa meja di institusi lain yang terkait.

Jika ada kendala atau permasalahan yang terkait dengan uji kesesuaian, penguji berkualifikasi ataupun tim tenaga ahli tidak memiliki kewenangan menyelesaikan masalah. Akibatnya, berbagai masalah diselesaikan dengan waktu yang lama. Nunggu pejabat tinggi yang memutuskan.

Apalagi ditunjang dengan adanya kekurangpedulian terhadap keluhan pelaksanaan uji kesesuaian, baik keluhan dari pemohon uji, penguji berkualifikasi maupun tim tenaga ahli. Maka semakin tambah lama masalah terselesaikan.

Panjangnya birokrasi uji kesesuaian yang ditimbulkan dari antar institusi. Lembaga penguji berkualifikasi hanya berwenang melakukan uji kesesuaian, sedang evaluasi ujinya ditangani oleh lembaga lain dalam hal ini tenaga ahli. Jalur dan pola komunikasi antar institusi saja sudah menimbulkan kendala, apalagi ditopang dengan adanya permasalahan yang harus dikomunikasikan dari uji kesesuaian.

Kalau normal dan ideal, jika hasil uji lengkap maka 1 pengujian dapat keluar sertifikat hasil uji dalam waktu maksimum 40 hari, tidak termasuk lamanya pengiriman dokumen antara pemohon, penguji berkualifikasi dan tenaga ahli. Jika hasil pengujian belum lengkap akan memberikan tambahan waktu dari 10 – 20 hari.

Kenyataannya, banyak kendala yang timbul sehingga banyak permohonan uji yang menumpuk dan belum dapat dilayani dan hasil uji yang masih menumpuk di tenaga ahli.

Perlu direalisasikan, bahwa penetapan lembaga penguji tidak hanya memiliki wewenang untuk menguji saja tetapi juga sekaligus menganalisis dan mengeluarkan sertifikat hasil uji.
Paling tidak dalam setiap lembaga uji harus tersedia tenaga ahli minimal 2 orang.
Sehingga tidak hanya membentuk personil penguji, juga membentuk personil tenaga ahli dari masyarakat profesional selain BAPETEN dan UI.
Apalagi hal ini sudah dicontohkan, UI sebagai lembaga uji berkualifikasi juga sebagai anggota tim tenaga ahli. Hal ini belum lagi diwarnai adanya konflik kepentingan antar institusi.

Komplet sudah….

Yang institusi satunya menganggap dirinya yang paling berwenang dalam hal pengawasan radiasi, yang lain juga tidak mau kalah.

Terakhir…
Permasalahan muncul karena tidak adanya komunikasi yang baik dan benar atau karena terjadi miskomunikasi.
Kelemahan juga muncul dari kurangnya sumber daya yang memiliki profesionalisme, kompetensi, empati dan etika.
Kelemahan juga muncul dari disain tata cara yang hirarkis, birokratis, dan tidak terkoordinasi dengan baik.

Pustaka
diolah dari berbagai sumber.
LihatTutupKomentar