Kedapat-ulangan (Reproduksibilitas) Tegangan Kerja, Waktu Penyinaran dan Keluaran Radiasi

Pada kesempatan kali ini akan disampaikan mengenai salah satu parameter uji kesesuaian pesawat sinar-X yang menjadi satu parameter utama uji kesesuaian dalam Perka BAPETEN No. 9 Tahun 2011 (Perka 9) yaitu Reproduksibilitas Penyinaran.

Suatu saat saya ditanya oleh teman mengenai mana yang penting antara akurasi dan presisi? saya jawab bahwa keduanya penting. Namun teman saya menyatakan bahwa presisi lah yang paling penting. Nah, berkaitan dengan uji kesesuaian ini maka didalam parameter uji juga ada uji akurasi dan presisi. Sesuai dengan pernyataan teman bahwa memang presisi yang paling penting, karena dalam Perka 9 uji presisi ditempatkan sebagai parameter utama atau istilah peraturannya sebagai parameter uji yang secara langsung mempengaruhi dosis radiasi pasien dan menentukan kelayakan operasi Pesawat Sinar-X terhadap pasien.

Uji presisi itulah yang disebut dengan uji reproduksibilitas penyinaran. Parameter penyinaran atau faktor eksposi atau kondisi penyinaran yang ada pada pesawat sinar-X adalah : tegangan puncak(kVp), kuat arus (mA), waktu penyinaran (s). Kombinasi ketiganya menghasilkan radiasi (radiation output, keluaran radiasi).

Sesuai dengan Perka 9, reproduksibilitas yang harus diuji ada 3 (tiga) yaitu tegangan puncak tabung (kVp), waktu penyinaran (s), dan keluaran radiasi (radiation output). oleh karena itu disini akan di sampaikan mengenai bagaimana menguji dan menganalisis hasil dari uji ketiga parameter reproduksibilitas tersebut.

Bahasan reproduksibilitas di bagian ini merupakan uji reproduksibilitas penyinaran dari pesawat sinar-X untuk radiografi umum dan mobile. Sedangkan untuk reproduksibilitas pesawat yg lain dapat menyesuaikan atau akan dibahas lain kesempatan.

Pentingnya Kedapat-ulangan atau Reproduksibilitas

Kualitas citra pada film ditentukan oleh banyak parameter, seperti kombinasi kaset dan film, kondisi pemrosesan film, dan kinerja pesawat sinar-X. Dari beberapa hal tersebut, kinerja pesawat memainkan peran yang cukup penting, karena perubahan kecil pada parameter penyinaran seperti kVp atau mAs berpengaruh sangat besar terhadap citra yang dihasilkan. Dalam proses penyinaran diharapkan kondisi penyinaran selalu sama setiap saat. Penyimpangan yang tidak diharapkan dapat menyebabkan hilangnya informasi klinis pada film akibat kondisi yang kurang optimum dan kemungkinan dapat meningkatkan dosis pasien karena penyinaran ulang (retake) atau keluaran parameter penyinaran yang tidak tepat.

Keluaran sinar-X bergantung pada rangkaian dan komponen elektronik yang berfungsi secara bersamaan mengatur kVp, mA, dan waktu yang diinginkan. Sedikit gangguan pada rangkaian karena perubahan masukan tegangan, kondisi fisik rangkaian dan umur komponen dapat menyebabkan keluaran radiasi tidak stabil, dan cenderung berfluktuasi pada kisaran tertentu. Fluktuasi ini masih dapat ditoleransi selama variasinya tidak menimbulkan perbedaan yang nyata pada kualitas citra. Namun, bila kondisi penyinaran tidak diatur dengan hati-hati, fluktuasi paparan dapat terjadi secara acak sehingga menghasilkan paparan yang tidak diinginkan dan kualitas citra yang buruk bahkan tidak dapat dianalisa. Dalam rangka memenuhi persyaratan kedapat-ulangan dengan sedikit fluktuasi maka perlu dilakukan pembatasan hingga kisaran yang dapat ditoleransi untuk menjamin konsistensi kualitas citra.

Kondisi penyinaran akan selalu berubah dari satu nilai ke nilai lain sesuai dengan prosedur diagnostik yang dilakukan. Hal tersebut terjadi pada penggunaan pesawat sinar-X dalam kegiatan rutin sehari-hari. Pesawat sinar-X idealnya mampu menjaga kedapat-ulangan pada kondisi tersebut karena radiografer berharap dapat memperoleh paparan yang sama untuk memperoleh kualitas citra yang baik. Oleh karena itu, akan lebih baik jika dilakukan pengujian kedapat-ulangan pada beberapa kondisi penyinaran. Seperti melakukan pengukuran pada setting pemeriksaan thorax, kemudian diubah untuk pemeriksaan abdomen, dan kembali ke pemeriksaan thorax. Standar internasional pada dasarnya tidak mensyaratkan variasi pada kondisi penyinaran, hal tersebut dilakukan agar sesuai kondisi di lapangan.

Pesawat sinar-X mempunyai pengaturan waktu penyinaran (timer) tersendiri, sehingga perlu dilakukan pengujian akurasi dan kedapat-ulangan waktu. Persyaratan akurasi waktu pada rentang < 0,1 detik perlu dilakukan walaupun pada umumnya kebanyakan pesawat sinar-X dapat memenuhi persyaratan kedapat-ulangan pada kondisi tersebut. Sebagian besar pesawat sinar-X model mutakhir sudah dilengkapi dengan rangkaian elektronik yang mampu memenuhi persyaratan kedapat-ulangan pada waktu yang lebih pendek.

1. Tujuan
Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk memperoleh pemenuhan terhadap batasan regulasi yang ditetapkan bahwa nilai kVp dan s yang dipilih dapat memberikan nilai kVp, s, dan keluaran radiasi yang sesuai pada setiap kali penyinaran dilakukan.

2. Langkah pengukuran:

  1. Alat ukur: multi dosimeter ( atau kVp meter, timer meter, dose meter), dan plat timbal. 
  2. Lakukan pengecekan bahwa kondisi pesawat sinar-X sudah siap untuk pengujian, yaitu: sudah dilakukan warm-up. 
  3. Posisikan fokus tabung sinar-X menghadap ke meja pasien. 
  4. Posisikan alat ukur pada jarak yang telah ditentukan, misalnya 100 cm dari fokus. Gunakan meteran untuk memastikan jarak pengukuran tepat. 
  5. Atur kolimasi secukupnya sehingga detektor berada tepat di tengah berkas radiasi. 
  6. Perhatikan posisi detektor. Jika detektor panjang maka posisikan tegak lurus tabung, bukan sejajar dengan tabung. 
  7. Posisikan plat timbal di bawah detektor untuk menyerap hamburan balik. Kolimasi tidak melebihi luasan plat timbal. 
  8. Pilih parameter penyinaran sesuai dengan kondisi yang sering dipakai untuk pelayanan klinis, misalnya 70 kVp dan 10 mAs atau 60 kVp, 200 mA, dan 10 ms. Sesuaikan dengan kondisi pesawat. 
  9. Lakukan penyinaran sebanyak 4 kali, catat hasil pengukuran untuk tiap penyinaran dilakukan. 
  10. Dari 4x pengukuran apabila ada 2 bacaan yang berbeda ≥ 10% maka dilanjutkan sampai 10x pengukuran. 
  11. Data pengukuran kemudian dianalisis dengan mencari nilai koefisien variasi dari nilai yang terukur.


3. Nilai Toleransi / Persyaratan :
Nilai reproduksibilitas dinyatakan dalam koefisien variasi (KV), yaitu rasio deviasi standar terhadap nilai rerata populasi yang diamati. Koefisien variasi ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

Apabila ada penyimpangan reproduksibilitas, maka tidak boleh melebihi dari toleransi yang diizinkan, yaitu: 5% (Perka 9).

Berikut ini contoh tabel ceklis pengukuran reproduksibilitas penyinaran:

hasil analisis dari reproduksibilitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:



Demikian ulasan mengenai pengukuran dan analisis dari uji reproduksibilitas penyinaran.
Penentuan reproduksibilitas secara ideal harus dilakukan dengan 10 kali pengukuran berurutan. Namun apabila diperoleh data yang simpangannya kurang atau sama dengan 10 % maka cukup dilakukan 4 kali pengukuran.

Penting untuk diperhatikan juga bahwa alat ukur radiasi yang ada sekarang ini seperti multi dosimeter itu kadang sudah komplit keluarannya (hasil ukurnya). seperti dapat menampilkan hasil kVp, ms, keluaran radiasi (mR atau mGy atau mSv), HVL (mm Al), dan laju keluaran radiasi (mikro Gy/s).
Setiap pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan alat tersebut, sebaiknya semua keluaran pada alat ukur dicatat. Hal ini dapat digunakan untuk tambahan analisis datanya.

Daftar Referensi:
  1. Peraturan Kepala (PERKA) BAPETEN No. 9 Tahun 2011 tentang Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional. 
  2. "Routine Compliance Testing Procedures For Diagnostic X-Ray Systems or Components of Diagnostic X-Ray Systems to which 21 CFR Subchapter J is applicable", Center For Devices And Radiological Health (CDRH), Maryland, 2000. 
  3. "21 CFR Subchapter J Radiological Health", Revised as of April 2007, Center For Devices And Radiological Health (CDRH), United State (US), 2007. 
  4. "Registration Requirements & Industry Best Practice For Ionising Radiation Apparatus Used in Diagnostic Imaging", Test Protocols For Part 2 – 5 of Radiation Guideline 6, NSW EPA, Sydney South, 2004. 
  5. "New Jersey Administrative Code, Title 7, Chapter 28, Radiation Protection, Subchapter 15 : Medical Diagnostic X-ray Installations (NJAC 7:28-15)", New Jersey, 2001. 
  6. "Workbook 3 : Major Radiographic Equipment", Diagnostic X-Ray Equipment Compliance Testing, Health Department of Western Australia, Australia, 2000. 
  7. "Resource Manual For Compliance Test Parameters of Diagnostic X-Ray Systems", FDA , 1999.

LihatTutupKomentar