Penerapan Multi Dosimeter Untuk Memperkirakan Dosis Efektif pada Pekerja Radiologi Intervensional


PENDAHULUAN

Perkiraan dosis efektif pekerja radiologi diagnostik di Indonesia selama ini masih menggunakan satu buah dosimeter yang dipakai pada pinggang pekerja. Sesuai dengan hasil bacaan dosis pada dosimeter yang dipakai tersebut kemudian diperkirakan dosis efektif yang diterima pekerja selama bekerja pada selang waktu pemakaian dosimeter. Perkiraan tersebut merupakan perkiraan dengan menggunakan pendekatan konservatif tanpa mempertimbangkan anggota tubuh lain yang terkena paparan radiasi dan tidak tertutup oleh apron, seperti: tangan, leher, dan kepala.

Paparan radiasi yang mengenai pekerja seperti yang telah disebutkan tersebut mungkin tidak terjadi di radiologi diagnostik yang menggunakan pesawat sinar-X untuk pemeriksaan rontgen, namun sering dijumpai pada pemeriksaan dengan radiologi intervensional. Karena pada radiologi intervensional, pekerja yang melakukan tindakan pada pasien berada dekat dengan pasien dan sumber radiasi. Besar kecilnya dosis yang diterima oleh pekerja salah satunya tergantung dari lamanya pekerja dalam melakukan tindakan radiologi intervensional.

Keberadaan pekerja yang dekat dengan pasien dan sumber radiasi mengakibatkan pekerja menerima paparan radiasi dari hamburan pasien maupun benda yang ada didekatnya. Paparan yang diterima oleh pekerja tersebut selain terkena pada badannya juga dapat terkena pada kepala, mata, leher, dan tangan pekerja.

Sesuai dengan kenyataan yang dialami oleh para pekerja radiologi intervensional tersebut maka telah dilakukan berbagai kajian tentang metode dosimetri untuk memperkirakan dosis efektif pada pekerja radiologi intervensional. Sebagian besar hasil kajian merekomendasikan penggunaan lebih dari satu buah dosimeter pada pekerja radiologi intervensional.


BEBERAPA METODE DOSIMETRI

Dosis yang tercatat oleh dosimeter perorangan dapat berupa dosis permukaan (surface doses) dan dosis dalam (depth doses). Dosis Permukaan merupakan perkiraan dosis ekivalen jaringan yang diterima kulit, sedangkan Dosis Dalam untuk perkiraan dosis ekivalen jaringan pada kedalaman 1 cm. Pada umumnya, Dosis Dalam dapat dianggap sebagai dosis efektif dengan perkiraan sangat konservatif. Perkiraan inilah yang sering digunakan seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

Pemantauan dosis perorangan merupakan hal yang penting dari suatu program proteksi radiasi. Di dalam radiologi diagnostik, evaluasi paparan kerja sangat rumit. Hal ini dapat disebabkan karena:
1. sumber radiasi dekat dengan pekerja;
2. menggunakan radiasi dengan energi rendah; dan
3. paparan di luar dan di dalam tubuh tidak sama karena hukum berbanding terbalik, atenuasi di tubuh, dan pakaian pelindung yang menutupinya.


Dosis efektif merupakan kuantitas dosis yang direkomendasikan oleh standar internasional untuk menyatakan risiko radiasi. Sangat rumit untuk mengevaluasi dosis efektif karena dibutuhkan pengetahuan untuk menghitung dosis ekivalen rata-rata yang diterima minimal 12 organ atau jaringan tubuh.

Pada kasus individu yang terpapar dalam radiologi intervensional, dosis efektif diperkirakan dengan satu atau dua alat ukur dosis perorangan yang ditempatkan di luar dan/atau di balik apron. Jika alat ukur dosis ditempatkan pada bagian luar apron, perkiraan dosis yang terukur dapat 10 - 20 kali lebih tinggi dibanding dosis efektif. Apabila alat ukur dosis hanya dikenakan di balik apron, dosis yang terukur belum dapat digunakan untuk memperkirakan dosis efektif, sebab beberapa organ dan jaringan tidak sepenuhnya tertutup apron.

Pada banyak kasus paparan eksterna, penggunaan satu dosimeter yang dipasang di balik apron dapat diasumsikan sebagai dosis efektif, namun merupakan perkiraan yang sangat konservatif. Oleh karena itu, telah banyak dilakukan kajian untuk memperkirakan dosis efektif yang akurat. Sampai saat ini ada lebih dari 3 (tiga) metode penentuan dosis efektif yang terkenal, seperti yang dipublikasikan oleh J.R. Gill, E.W. Webster, L.T. Niklason [1], dan Th Schmidt [2].

Metode perkiraan dosis efektif yang direkomendasikan oleh J.R. Gill:
EDE ~= 0.6Hu + 0.4Ho
Sedangkan formula E.W. Webster adalah:
EDE ~= 1.5Hu + 0.04Ho
Keterangan :
EDE : Dosis Efektif Ekivalen
Hu : Dosis ekivalen di balik apron
Ho : Dosis ekivalen di luar apron


Metode perkiraan dosis efektif diusulkan oleh Niklason [1, 3], sebagai berikut:
1. untuk pekerja yang tidak menggunakan pelindung tiroid:
E = 0,06 (Dover - Dunder) + Dunder
2. untuk pekerja yang menggunakan pelindung tiroid:
E = 0,02 (Dover – Dunder) + Dunder

Keterangan:
E : Perkiraan Dosis Efektif (mSv).
Dunder : Dosis ekivalen di balik apron yang ditempatkan di pinggang (mSv).
Dover : Dosis ekivalen di luar apron yang ditempatkan di depan leher (mSv).

Metode perkiraan dosis efektif yang diusulkan oleh Th Schmidt [2]:
E = 0,5 HW – 0,025 HN

dengan HW adalah dosis yang terekam oleh dosimetri yang dikenakan pada pinggang dibalik apron dan HN adalah dosis yang terekam oleh dosimetri yang dikenakan pada leher diluar apron.

Banyaknya metode perkiraan dosis efektif ini karena dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti: penggunaan faktor kualitas jaringan yang berbeda, yaitu ada yang menggunakan berdasarkan rekomendasi ICRP No. 26 dan ada yang pakai ICRP No. 60, penggunaan pelindung tiroid, dan faktor lainnya [1, 4].

Pedoman internasional merekomendasikan penggunaan dua alat ukur dosis untuk mengevaluasi dosis efektif pada medan radiasi yang tidak homogen dan kompleks, yaitu:
1. dipakai di luar apron di depan leher untuk memantau dosis tiroid dan lensa mata; dan
2. dipakai di balik apron di daerah pinggang.

Dosis efektif kemudian dihitung dari kedua pengukuran tersebut dengan mengadopsi metode estimasi dosis efektif yang sesuai.

Pada tindakan radiologi intervensional, apabila diperkirakan tangan menerima dosis ekivalen yang melebihi dosis efektif maka dapat digunakan dosimeter cincin atau gelang. Keputusan untuk mengadopsi alat ukur dosis tersebut merupakan hal yang penting bahwa batas dosis untuk kaki dan tangan adalah 500 mSv/th.

Pemantauan daerah kerja merupakan aspek penting lain dari program proteksi radiasi yang harus dilakukan dalam ruang fluoroskopi. Pemantauan daerah kerja bermanfaat untuk:
1. mengetahui jumlah paparan radiasi hambur ruang sinar-X dan ketepatan dari beban kerja; dan
2. melakukan penilaian dosis radiasi berkala dalam kondisi tertentu.





Gambar 1 menunjukkan distribusi dosis pekerja pada tindakan kateterisasi jantung dan vaskuler. Perbedaan dalam distribusi dosis biasanya berasal dari variabel penanganan terhadap pasien. Selama tindakan, dosis sebagian besar diterima di sisi tangan kiri, yang dekat dengan sumber hamburan. Sesuai dengan gambar tersebut, dapat diketahui bahwa paparan radiasi yang diterima oleh pekerja radiologi intervensional tidak hanya pada daerah yang tertutup baju apron, tetapi juga pada tangan, lengan, bahu, leher, mata, dan kepala.

Beberapa hal dapat diperoleh dari data dosis tersebut, yaitu:
1. adanya banyak variabel yang mempengaruhi paparan pada pekerja, seperti: jarak, arah, penggunaan tabir pelindung, jenis tindakan, keahlian, pelatihan, unjuk kerja alat, dan lainnya;
2. kadang orang yang tidak berkepentingan terkena paparan radiasi; dan
3. analisis dosimetri perorangan sulit atau bahkan tidak dapat dilaksanakan ketika:
    a. dosimeter tidak selalu dikenakan sejak awal oleh operator atau di tinggal dalam ruangan; dan
    b. dosimeter kadang dipakai dengan posisi yang salah seperti: dosimeter opsional di bahu kiri kardiolog (daerah paling banyak disinari) dan yang lain di sisi kanan (daerah paling sedikit disinari).



Selain penggunaan dosimeter perorangan, dalam upaya meningkatkan proteksi radiasi pada pekerja maka pekerja radiologi intervensional juga harus memperhatikan dan menggunakan peralatan pelindung radiasi yang ada pada peralatan pesawat sinar-X radiologi intervensional dan pelindung radiasi perorangan seperti apron, kacamata timbal, dan pelindung tiroid.

KESIMPULAN

Berdasarkan ulasan yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa pekerja radiologi intervensional mempunyai potensi menerima paparan radiasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pekerja radiologi diagnostik lainnya. Hal ini disebabkan karena pekerja radiologi intervensional bekerja dekat dengan pasien dan sumber radiasi. Selain itu dalam setiap tindakan yang dilakukan dengan menggunakan radiologi intervensional membutuhkan rentang waktu yang lebih lama dari pekerja radiologi diagnostik lain. Sehingga semakin banyak tindakan yang dilakukan maka semakin besar potensi risiko radiasi yang diterima oleh pekerja. Oleh karena itu dalam rangka pemantauan dosis perorangan pekerja yang merupakan salah satu hal penting dari suatu program proteksi radiasi maka pekerja radiologi intervensional harus menggunakan minimal 2 (dua) buah dosimeter yang dipakai pada pinggang di balik apron dan di leher di luar apron selama melakukan tindakan radiologi intervensional.

Multi dosimeter harus selalu dipakai pada tempat yang benar dan pada waktu yang tepat, yaitu pada tempat yang diperkirakan pekerja menerima paparan radiasi seperti tangan, lengan, leher dan pada waktu melakukan tindakan dengan menggunakan pesawat sinar-X radiologi intervensional.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Michel, R. dan Perle, S., “Application of Occupational Dose Estimates in Diagnostic Radiology with Multiple Dosimeters”, RSO (Radiation Safety Officer) Magazine Vol. 6 No. 1, San Diego, 2001.
[2] Faulkner K, Vañó A, Ortiz P, Ruiz R., “Practical Aspects of Radiation Protection in Iinterventional Radiology”, In: The 10th International Congress of the International Radiation Protection Association (IRPA); 14 – 19 Mei 2000; Hiroshima. The International Radiation Protection Association, 2000.
[3] European Commission, “MARTIR (Multimedia and Audiovisual Radiation Protection Training in Interventional Radiology)”, CD-ROM, Radiation Protection 119,.European Commission Directorate General Environment, Nuclear Safety and Civil Protection. Luxembourg, 2002.
[4] Niklason, L.T., Marx, M.V., Chan, HP., “Interventional Radiologist: Occupational Radiation Doses and Risk”, Medical Physics, Volume 187 Number 3 Radiology, Juni 1993.
[5] Vano E, González L, Guibelalde E, Fernandez JM, Ten JI., “Radiation Exposure to Medical Staff in Interventional and Cardiac Radiology”, Br J Radiol 1998; 71:54-60.
LihatTutupKomentar