Memastikan Kecukupan Shielding untuk Ruang CT Scan

Pendahuluan

Sebagai salah satu modalitas radiologi diagnostik, CT Scan memiliki keunikan tersendiri diantara modalitas sumber radiasi pengion lainnya. Salah satu keunikannya yaitu bentuk radiasi yang dikeluarkan seperti berkas kipas yang terkolimasi menuju deretan detektor yang tersusun sesuai dengan ukuran berkas. Hal tersebut mengakibatkan radiasi yang sampai pada dinding ruangan merupakan radiasi hambur.

Selain itu, tegangan potensial yang digunakan tertentu mulai 80, 90, 100, 110, 120, 130, dan 140 kVp tergantung merk CT Scan. Karena potensial yang digunakan tinggi maka beban kerja CT Scan juga tinggi dibanding dengan modalitas diagnostik lainnya. Beban kerja tinggi mengakibatkan paparan radiasi hambur juga tinggi dan tersebar tidak isotropik disekitar CT Scan. Namun dalam mendisain ruang radiasi untuk CT Scan, asumsi yang digunakan adalah paparan radiasi terbesar yang dipertimbangkan secara konservatif isotropik.

Setelah disain dibuat dengan mempertimbangkan berbagai pertimbangan seperti beban kerja, faktor okupansi, dan daerah kerja maka perlu dilakukan verifikasi untuk memastikan kecukupan penahan radiasi (radiation shielding) ruang yang telah dibuat.

Pertimbangan Beban Kerja dalam Disain Ruang CT Scan

Salah satu parameter yang digunakan untuk membuat disain ruang adalah perkiraan beban kerja. Perkiraan beban kerja dapat berupa jumlah pasien/minggu, mA.menit/minggu, mGy/minggu, Dose Area Product (DAP) atau Kerma Area Product (KAP) dan Dose Length Product (DLP) atau Computed Tomography Dose Index (CTDI). Perkiraan beban kerja tersebut disesuaikan dengan jenis instalasi modalitas radiasi pengionnya.
Untuk modalitas CT Scan, beban kerja yang digunakan adalah jumlah pasien/minggu dan nilai Dose Length Product (DLP) atau Computed Tomography Dose Index (CTDI) untuk tiap jenis pemeriksaan yang diperkirakan ada. Selain itu, beban kerja juga dapat menggunakan kurva isodosis jika ada.

Pada CT Scan yang multislice, tidak direkomendasikan menggunakan beban kerja berupa besarnya mA.menit/minggu. Untuk menghasilkan besarnya kerma udara dan irisan scanning yang sama, pada sistem multi slice hanya membutuhkan setengah nilai mA.menit/minggu dibanding dengan sistem satu slice.

Survei Radiasi

Dalam rangka memastikan kecukupan ruang radiasi CT Scan maka dibutuhkan survei paparan radiasi. Kecukupan disain ruang radiasi tidak cukup hanya berdasarkan perhitungan tebal dinding ruang radiasi tetapi harus dibuktikan dengan pengukuran paparan radiasi untuk mengkonfirmasi bahwa ruang radiasi sudah sesuai dengan perkiraan beban kerja yang diharapkan.
Pada pengukuran paparan radiasi, dibutuhkan fantom penghambur yang berupa fantom antropomorpik atau fantom silinder dengan diameter 16 cm dan 32 cm yang biasa digunakan untuk pengukuran CTDI. Setting penyinaran dapat menggunakan kondisi penyinaran yang tersedia pada protokol. Lakukan penyinaran dengan setting protokol kepala, thorak, dan abdomen/pelvis.

Pengukuran paparan radiasi dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dengan jenis radiasi yang akan diukur, misalnya memiliki respon yang cepat karena penyinaran memiliki orde detik dan respon terhadap energi rendah. Maksimum alat ukur dapat mengukur kerma udara di bawah nilai 500 mGy/jam. Jarak pengukuran dari dinding luar adalah 30 cm. Hasil ukur biasanya dalam laju kerma udara yaitu µGy/jam atau mGy/jam.

Metode analisis

Contoh, pengukuran paparan radiasi CT Scan diluar dinding pada jarak 30 cm dari dinding terluar diperoleh nilai laju kerma udara 6 µGy/jam. Setting kondisi penyinaran kepala 120 kV, 110 mA dan 1 detik per rotasi. Slice 10 mm per rotasi dan panjang scan 20 cm.
Apabila CT Scan hanya digunakan untuk pemeriksaan kepala dengan beban kerja 250 pasien per minggu. Apalah disain ruang yang dihitung dengan pembatas dosis untuk anggota masyarakat 0,01 mSv/minggu sudah memadai?

Jawab:

asumsi, setiap pasien memiliki tingkat pengulangan sebesar 40% berarti beban kerjanya harus dikalikan dengan faktor 1,4.
Kerma udara per pasien = 6 µGy/jam x 1/3600 jam/detik x (1 detik/rotasi) / (1 cm/rotasi) x 20 cm x 1,4 = 0,05 µGy per pasien.
Beban kerja 250 pasien per minggu, sehingga kerma udara menjadi 0,05 µGy per pasien x 250 pasien per minggu = 12,5 µGy per minggu atau sekitar 0,01 mGy per minggu.
Dibandingkan dengan pembatas dosis 0,01 mSv/minggu maka disain sudah memadai.

Perlu diingat dan diperhatikan bahwa nilai di atas menggunakan faktor okupansi 100%. Realitas dilapangan okupansi tidak mencapai 100%.

Metode analisis lain

Analisis hasil ukur:
  1. Jika hasil ukur laju paparan radiasi pada daerah pekerja radiasi kurang dari 20 µSv/jam maka masih masuk dalam kategori daerah pekerja radiasi.
  2. Jika hasil ukurnya lebih dari 20 µSv/jam, lakukan koreksi dengan beban kerja dan faktor okupansi. Jika hasilnya masih di atas 20 µSv/jam maka masuk ke daerah yang perlu langkah proteksi, seperti pengurangan beban kerja, arah orientasi berkas, pengetatan faktor okupansi, atau pemberlakuan daerah terlarang untuk diakses atau jika perlu dilakukan penambahan penahan radiasi.
  3. Jika hasil ukur laju paparan radiasi pada daerah anggota masyarakat kurang dari 7,5 µSv/jam maka masih masuk ke dalam kategori daerah anggota masyarakat.
  4. Jika hasil ukurnya lebih dari 7,5 µSv/jam, lakukan koreksi dengan beban kerja dan faktor okupansi. Jika hasilnya masih di atas 7,5 µSv/jam maka masuk ke daerah yang perlu langkah proteksi, seperti peningkatan kategori menjadi daerah pekerja radiasi, pengetatan faktor okupansi, atau pemberlakuan daerah terbatas untuk diakses atau jika perlu dilakukan penambahan penahan radiasi.

Pustaka

  1. https://www.aapm.org/meetings/07SS/documents/revNCRP151AAPM.pdf
  2. NCRP 147 Tahun 2004
  3. Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011

LihatTutupKomentar