Memastikan Kecukupan Dinding Ruang Radioterapi Terhadap Radiasi

Pendahuluan

Pada bagian pertimbangan umum disain sudah dinyatakan bahwa penilaian kecukupan dinding ruang radioterapi tidak hanya dilakukan pada tahap disain konstruksi, namun juga harus dilakukan setelah konstruksi bangunan selesai, setelah peralatan dipasang, dan selama operasi rutin. Hal ini dilakukan untuk senantiasa memastikan bahwa disain ruang radiasi masih memenuhi persyaratan keselamatan radiasi meskipun terjadi perubahan orientasi berkas, faktor okupansi, dan beban kerja.

Setelah proses konstruksi selesai, penilaian kinerja seperti survei radiasi pada daerah untuk pekerja radiasi dan anggota masyarakat harus dilakukan oleh tenaga ahli untuk mengkonfirmasi dengan asumsi perhitungan yang telah dibuat. Pengukuran radiasi dilakukan secara rutin untuk memastikan bahwa asumsi disain selalu terpenuhi selama fasilitas beroperasi.

Pengukuran paparan radiasi secara rutin dilakukan oleh fisikawan medik atau petugas yang diberi wewenang. Selain itu, pengukuran paparan radiasi juga dilakukan oleh para inspektur BAPETEN saat melakukan inspeksi ke fasilitas radioterapi.

Berikut ini akan disampaikan bagaimana memastikan bahwa dinding ruang radioterapi itu dinyatakan bocor karena memiliki paparan radiasi yang berlebih atau memastikan bahwa dinding ruang radioterapi itu masih memadai dan sesuai dengan ketentuan keselamatan radiasi.

Survei Radiasi

Setelah peralatan radioterapi dapat dioperasikan, survei pendahuluan harus segera dilakukan untuk memastikan bahwa paparan radiasi pada teknisi dan personil di dekat fasilitas tidak melebihi nilai P (nilai disain dosis yang diinginkan) dan Time Averaged Dose Rate (TADR). Setelah akselerator operasional penuh dan kalibrasi awal telah selesai, survei radiasi lengkap juga harus dilakukan.

Berikut ini beberapa hal yang dilakukan saat pengukuran paparan radiasi atau survei radiasi:
  1. pengukuran paparan radiasi sekitar ruang radioterapi
  2. pengukuran kebocoran radiasi dari tabung pesawat dan diidentifikasi titik hotspot-nya. Setelah hotspot diketahui maka perlu dilakukan kajian dosis per MU.
  3. menggunakan alat ukur radiasi yang sesuai dan benar, misal: memiliki respon energi rendah yang bagus dan mampu mengukur lebih dari 50 mGy/jam.
  4. Mengukur paparan radiasi pada sudut miring untuk memeriksa sambungan-sambungan pada dinding seperti sambungan antara dinding primer dan sekunder, dan groundshine.
  5. laju paparan radiasi diukur pada laju dosis maksimum pada isosenter (1 meter dari target) atau biasa disebut sebagai D0 ̇ selama 20 sampai 60 detik tergantung pada respon detektor dan siklus pulsa Linac atau kuat sumber (source strength).
  6. Laju paparan radiasi diukur pada jarak 30 cm dari sisi luar dinding penahan.
  7. Untuk Linac yang dioperasikan pada energi 10 MV dan lebih tinggi, diperlukan detektor netron.
  8. Pengukuran dengan ukuran luas lapangan maksimum merupakan pengukuran untuk perkiraan kondisi terparah, selanjutnya, pengukuran dapat dilakukan pada ukuran luas lapangan yang biasa digunakan untuk penyinaran klinis. Begitu pula jika energi yang biasa digunakan pada Linac, tidak hanya satu energi, maka pada energi di bawahnya juga dilakukan pengukuran.
  9. Metode pengukuran paparan radiasi di sekitar ruang radioterapi:
    1. untuk pengukuran radiasi dalam rangka kesesuaian dengan nilai P dan TADR pada dinding primer, kolimator dibuka penuh dengan rotasi 45 derajat, diarahkan ke tiap dinding primer yang akan diukur dan tanpa fantom penghambur.
    2. untuk pengukuran radiasi bocor di luar dinding, kolimator ditutup atau kolimasi dibuka penuh di arahkan ke bawah dan tidak menggunakan fantom penghambur.
    3. untuk mengetahui radiasi hambur karena ada pasien maka nilai paparan huruf a dikurangi dengan nilai paparan huruf b.
    4. Pada pengukuran paparan radiasi untuk penahan sekunder, pengukuran dilakukan dengan menggunakan fantom penghambur di isosenter dan kolimasi dibuka penuh, dengan orientasi berkas pada sudut 0, 90, dan 270 derajat.
    5. Pada pengukuran di pintu masuk dilakukan sama dengan pengukuran untuk penahan sekunder dengan orientasi berkas 4 sudut.
  10. Beberapa parameter yang perlu dicatat sebelum dan sesudah pengukuran, yaitu:
    • Energi yang digunakan
    • Laju dosis
    • Ukuran luas lapangan
    • Sudut gantry
    • Sudut kolimator
    • pakai fantom atau tidak dan jenis fantom yang digunakan
    • Posisi fantom
    • Posisi pengukuran

Persamaan Untuk Menghitung Hasil Pengukuran

Hasil pengukuran paparan radiasi disekitar ruang radioterapi sering kali tidak langsung dapat digunakan untuk memutuskan apakah dinding ruang radiasi bocor atau tidak. Seringkali memerlukan analisis perhitungan yang disesuaikan dengan beban kerja, faktor orientasi berkas dan faktor okupansi. Pengukuran paparan radiasi pada saat survei biasanya dilakukan dalam rentang waktu yang singkat (1 menit) sehingga hasilnya sering disebut dengan laju dosis instan (Instantaneous Dose Rate, IDR). Laju dosis instan tersebut dapat berorde mingguan ataupun jam. Laju dosis instan dalam orde mingguan biasanya dilakukan untuk menyesuaikan dengan asumsi perhitungan yang menggunakan beban kerja orde mingguan. Sedangkan, orde jam biasanya dilakukan untuk pengukuran dalam waktu yang singkat.

Standar keselamatan radiasi internasional memberikan batasan suatu nilai untuk laju dosis instan. Misalnya, US Nuclear Regulatory Commission (NRC) menentukan bahwa dosis ekivalen pada daerah publik dari sumber eksternal tidak boleh lebih dari 0,02 mSv (20 μSv) dalam 1 (satu) jam.

Dengan merujuk pada referensi USA tersebut, maka nilai 20 μSv dalam 1 (satu) jam dapat digunakan untuk mengevaluasi kecukupan dinding ruang radiasi untuk daerah anggota masyarakat atau pun daerah pekerja radiasi.

Hasil pengukuran paparan radiasi (IDR) yang dihasilkan dibobot dengan beban kerja (jumlah pasien) maksimum dalam 1 jam sehingga diperoleh nilai TADR dalam orde jam (Rh). Jika nilai Rh kurang dari 20 μSv dalam 1 (satu) jam maka dinding penahan radiasi sudah memadai untuk anggota masyarakat, sedangkan jika di atas nilai 20 μSv dalam 1 jam maka dinding penahan dapat dimasukkan dalam daerah pekerja radiasi atau dapat dilakukan perubahan faktor okupansi atau pembatasan akses atau jika tidak dapat dihindari adalah penambahan penahan radiasi.

Nilai Rh diperoleh dari jumlah maksimum dari pasien yang dapat diterapi dalam waktu 1 (satu) jam dengan mempertimbangkan juga waktu untuk persiapan (set-up) peralatan. Persamaan yang digunakan adalah:


dengan Nh adalah jumlah rata-rata pasien yang diterapi per jam, nilai 40 adalah jumlah jam kerja per minggu, dan Nmaks = jumlah maksimum dari pasien yang diterapi dalam waktu 1 jam termasuk waktu untuk setup peralatan.

Pada kenyataannya, jumlah pasien dalam 1 (satu) jam tidak lebih dari 10 pasien artinya nilai Nmaks = 10 pasien dalam 1 jam. Sedangkan nilai Nh dapat diperoleh dari jumlah pasien per hari dibagi dengan berapa jam kerja dalam sehari. Misal, dalam sehari ada 30 pasien dan 8 jam dalam sehari, maka Nh = 30/8 = 3,75. Sehingga nilai M = 10/3,75 = 2,67.

Nilai Rw merupakan laju dosis rerata dalam waktu satu minggu (TADR mingguan) dengan memperhatikan hasil pengukuran laju paparan di luar dinding penahan (IDR) yang dibobot dengan faktor orientasi berkas, beban kerja, dan laju dosis maksimum pada isosenter. Nilai Rw untuk tiap jenis dinding penahan berdeba-beda. Nilai Rw untuk penahan primer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:


dengan,
Rw = TADR mingguan (Sv/minggu)
IDR = Laju dosis instan (Sv/jam) yang diukur pada laju dosis D0
D0 = Laju dosis serap maksimum pada isosenter (Gy/jam)
Wpri = Beban kerja penahan primer (Gy/minggu)
Upri = Faktor orientasi berkas untuk penahan primer

Rw untuk penahan sekunder harus mempertimbangkan kontribusi dari radiasi hambur dan radiasi bocor, dan dapat dihitung dengan persamaan berikut:

dengan,
IDRL = Laju dosis ekivalen yang diukur pada titik 30 cm di luar penahan sekunder dan tidak ada fantom di isosenter (Sv/jam)
IDRtotal = Laju dosis ekivalen yang diukur pada titik 30 cm di luar penahan sekunder dan menggunakan fantom untuk penghambur.
IDRps = Laju dosis ekivalen karena radiasi hambur pasien

Jika hasil survei menyatakan bahwa ada radiasi berlebih dibanding dengan nilai P, maka perlu dipertimbangkan solusi pembatasan beban kerja, faktor guna, maupun faktor okupansi, dan penambahan tebal penahan radiasi menjadi alternatif terakhir bersama dengan pengaturan pembatasan daerah hunian.

Contoh:
Hasil pengukuran paparan radiasi pada jarak 30 cm diluar dinding primer adalah 192 µSv/jam.
Laju dosis pada isosenter adalah 240 Gy/jam (4 Gy/menit). Beban kerja 150 pasien per minggu dengan faktor orientasi berkas kearah dinding primer 30%.


Nilai Rh yang dihasilkan ternyata kurang dari 20 µSv dalam 1 jam maka tebal dinding primer tersebut sudah memadai.

Referensi

  1. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), “Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 3 Tahun 2013 Tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Radioterapi”, Jakarta, 2013.
  2. National Council on Radiation Protection and Measurements (NCRP), “Structural Shielding Design and Evaluation For Megavoltage X- and Gamma-Ray Radiotherapy Facilities”, NCRP Report No. 151, 2005.
  3. International Atomic Energy Agency (IAEA), “Radiation Protection in the Design of Radiotherapy Facilities”, Safety Reports Series (SRS) No. 47, 2006.

LihatTutupKomentar